Sekretaris Persekutuan Masyarakat Hukum Adat Amanuban Pina Ope Nope kemudian menjelaskan terkait peristiwa ini dengan rinci dari awal persoalan ini yaitu pengakuan pihak Kehutanan dalam dokumen Ombudsman RI tentang dimasukannya permukiman warga menjadi kawasan Hutan di tahun 1980an dengan menggabungkan 15 titik Hutan Adat dari Mollo hingga Amanuban dan Amanatun.
Pina Ope Nope juga mengaitkan keputusan MK nomor 45 tahun 2011 yang seharusnya bersifat umum dan mengikat sehingga SK Menteri Kehutanan ini harusnya sudah batal demi hukum.
Ketua persidangan Yoksan Benu, menyatakan akan menampung aspirasi ini untuk dicarikan jalan keluarnya.
Tanah kembali mau di bikin apa?
Menanggapi pernyataan dari Persekutuan Masyarakat Hukum Adat Amanuban, pihak UPTD KPH Kehutanan TTS beserta beberapa staf seperti Semuel Boru, Kepala Seksi perlindungan , KSDAE, dan pemberdayaan masyarakat menyatakan bahwa pihak Kementerian Kehutanan Republik Indonesia Sudah bersurat kepada Pina Ope Nope di sonaf Sonkolo.
"Pihak kementerian sudah membuka ruang yang sangat longgar untuk ditindaklanjuti pihak masyarakat Amanuban. Seharusnya yang perlu dilakukan saudara Pina Ope Nope adalah menginventarisir tanah-tanah milik siapa yang mau dibebaskan dan milik siapa yang tidak dengan memberikan titik koordinat dan sesuai instruksi surat akan dimasukkan dalam Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang akan diperdakan tahun depan. RTRW kita sudah berusia 12 tahun dan memang harus direvisi" jelas Boru.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait