“Ketika kita bicara tentang klaster anak, ada lima klaster yang harus diperhatikan: hak atas kesehatan, pendidikan, perlindungan khusus, partisipasi anak, dan identitas diri. Salah satu contohnya adalah klaster identitas diri, seperti akta lahir yang harus ada sejak lahir, sehingga ketika mau masuk sekolah, anak tersebut sudah mempunyai akta kelahiran," ujarnya.
Lebih lanjut, Marciana menyebutkan langkah-langkah strategis yang perlu diambil untuk memastikan anak-anak yang telah menjalani hukuman tetap mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.
"Tumbuh kembang anak harus tetap berjalan, meskipun mereka berada di luar setelah menjalani hukuman. Oleh karena itu, kita harus menyediakan pendidikan yang berkualitas dan mendukung reintegrasi mereka ke dalam masyarakat," tambahnya.
Dikatakannya, pendidikan non formal memiliki peran yang sangat penting dalam membekali anak-anak dengan keterampilan praktis dan pengetahuan.
"Dalam konteks LPKA, pendidikan non formal sangat relevan karena anak-anak yang berada di sini seringkali memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem pendidikan formal. Oleh karena itu, program-program pendidikan non formal seperti pelatihan keterampilan, kursus vokasional, dan kegiatan kreatif lainnya sangat dibutuhkan," jelas Marciana.
Mengakhiri sambutannya, Marciana berharap kegiatan Bimtek ini akan menghasilkan kebijakan dan program yang efektif dalam menyediakan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum, sehingga mereka dapat memiliki masa depan yang lebih baik.
Selain itu dengan adanya Bimtek ini, dapat meningkatkan sinergitas dan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan Kurikulum Pendidikan Anak Berkonflik dengan Hukum di LPKA Kelas I Kupang. Ini merupakan salah satu kegiatan Prioritas Nasional Tahun 2024 yang diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi anak-anak yang berkonflik dengan hukum.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait