Dalam kilas balik Pelaksanaan I WIL Project ini selama kurang lebih 5 tahun, banyak hal yang telah dicapai dalam 3 pilar diatas.
Pada pilar 1 misalnya, pada 12 Desa sudah ada Kebijakan Desa sebagai bentuk Pengakuan terhadap kerja-kerja Paralegal dalam Pendampingan dan Penanganana kasus-kasus GBV melaui SK Paralegal Desa, Posko Pengaduan, SOP penanganan dan Alur Rujukan kasus GBV, sistem penanganan dan Form pelaporan kasus GBV, terkoneksi dengan Aplikasi SIMFONI serta beberapa Pemerintah desa sudah mengalokasikan anggaran bagi paralegal dalam penangan kasus GBV.
Pilar 2 tentang kemandirian ekonomi, sudah ada 14 kelompok usaha perempuan di 12 desa, kelompok usaha sudah mendapatkan SK dari Pemerintah desa setempat, memiliki legalitas usaha,berupa NIB,PKP danSPPRIT memiliki jaringan pemasaran yang luas, mendapatkan anggaran dari ADD, serta dapat mengakses modal usaha.
Demikian pula untuk pilar tiga terkait dengan partisipasi perempuan yang di dukung oleh kelompok LLB sudah ada perempuan yang menduduki jabatan sturuktural di desa, tokoh agama mendukung program keadilan gender, pemerintah desa bisa melaporkan capaian SDGs.
Hasil-hasil baik tersebut tentunya harus terus di kembangkan/replikasi untuk meningkatkan manfaat yang lebih luas dan tidak boleh berhenti gara-gara program I-WIL berakhir, sudah saatnya semua tanggungjawab itu diserahkan kepada pemerintah dan masyarakat untuk meneruskannya.
"Berdasarkan hal tersebut, kami menginisiasi Workshop Exit Strategi program I-WIL di 12 desa,"terang Theresia Ratunubi, Perwakilan Konsorsium TAS NTT.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait