Lakmas Desak Polres TTU dan Polda NTT Tangkap Pelaku Ilegal Logging Kayu Sonokeling

KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Direktur Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas), Viktor Manbait mendesak Polres Timor Tengah Utara (TTU) dan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera menetapkan tersangka dan menahan K dan Y, dua terduga pelaku ilegal logging kayu sonokeling yang ditangkap tangan dengan barang bukti ratusan dolgen kayu sonokeling. Lakmas menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas agar tidak ada kesan bahwa pelaku kebal hukum.
Menurut informasi yang diperolehnya, ini bukan kali pertama K terlibat dalam kasus serupa.
Pada April 2024, K juga diduga melakukan ilegal logging kayu sonokeling, namun barang bukti kayu yang sempat berada di Kelurahan Tubuhue hilang sebelum sempat diamankan oleh petugas UPT KPH TTU.
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat mengenai keberanian aparat penegak hukum dalam menindak pelaku yang berulang kali terlibat dalam kejahatan lingkungan.
"Jika Polres TTU tidak segera menangkap dan menahan Komang, maka publik bisa berpikir bahwa pelaku ini memiliki beking kuat yang membuat aparat tidak berdaya. Terlebih, ini adalah penangkapan kedua kalinya dan pelaku sama sekali tidak ditahan. Apakah ini pertanda ada jaringan hukum yang melindungi mereka?" tegas Direktur Lakmas Viktor Manbait, Rabu, 19/2
Lebih lanjut, Lakmas mengungkapkan bahwa kasus ini diduga melibatkan dua perwira Polres TTU yang menggunakan jabatan mereka untuk menekan pihak lain agar menerima kayu hasil kejahatan tersebut.
Dugaan ini menunjukkan adanya jaringan terorganisir yang mengoperasikan praktik ilegal logging dari TTU hingga ke pihak-pihak yang lebih besar di luar daerah, seperti Surabaya.
"Yuda, yang dikenal sebagai kaki tangan pemain besar di Surabaya, juga terlibat dalam kasus ini. Jika Komang dan Yuda kabur, maka ini menjadi tanggung jawab penuh Kapolres TTU dan Polda NTT," tambahnya.
Lakmas menekankan bahwa kejahatan ini melanggar UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana hingga 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp100 miliar.
Editor : Sefnat Besie