KEFAMENANU, iNewsTTU.id-- Masyarakat Tuamese di Desa Taekas, Kecamatan Miomaffo Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, merayakan tradisi tahunan mereka, Eka Ho'e, dengan sukses pada Jumat (05/01/2024).
Ritual adat ini, yang dilakukan secara rutin setiap tahun, mendapat antusias masyarakat setempat.
Prosesi dimulai dengan penuh kegembiraan saat Tobe dan maveva beserta barang-barang adat dijemput oleh warga dengan tarian tradisional khas. Langkah awal ini menjadi bagian tak terpisahkan dari persiapan menjelang ritual Eka Ho'e yang dihormati oleh seluruh masyarakat Tunbaba.
Mereka kemudian mengarak Tobe beserta barang adat menuju Lopo Tola, tempat di mana ritual dimulai dengan Hau Mone.
Sedangkan Lopo Tola dipenuhi oleh sejumlah hewan kurban yang akan dijadikan persembahan dalam ritual tersebut.
Para Tua adat memimpin ritual awal ini dengan khidmat, diikuti oleh misa bersama yang dipimpin oleh Pastor Keluarga.
Pastor memberkati hewan persembahan sebelum prosesi pemotongan di lokasi persembahan atau Toko.
Setelah misa bersama, seluruh masyarakat membawa hewan persembahan masing-masing ke lokasi persembahan atau toko.
Di sana, mereka melaksanakan ritual dan menikmati makan bersama sebagai bagian dari tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.
Ritual Eka Hoe, yang secara khusus dilakukan pada awal musim hujan, memiliki tujuan utama untuk memohon keselamatan kebun dari potensi bencana seperti banjir, erosi, dan kehilangan kesuburan tanah.
Ritual Eka Hoe adalah ritual yang dilakukan pada awal musim hujan dan ditujukan untuk memohon keselamatan kebun dari bencana hujan (banjir, erosi, hilangnya kesuburan tanah), supaya tanaman tumbuh subur dan panen berhasil.
Selain itu, upacara ini juga memohon agar tanaman dijauhkan dari segala hama (kepompong, belalang, burung, tikus, kera, babi, kambing) dan hama yang lain.
Tradisi ini biasanya berlangsung selama satu minggu, melibatkan Tobe dan maveva yang melakukan ritual di bale toko untuk memohon keberlimpahan hasil panen.
Upacara serupa juga dilakukan di berbagai tempat yang dianggap rawan, menunjukkan rasa kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan pertanian lokal.
Editor : Sefnat Besie