get app
inews
Aa Read Next : Empat Bakal Calon Bupati dari Partai Golkar di TTU Pastikan Diri Siap Disurvey

Tradisi Gowok, Pendidikan Seksual Kontroversial di Masyarakat Jawa, Telah Hilang Sejak Era 1960-an

Selasa, 02 April 2024 | 06:12 WIB
header img
Tradisi gowok disebut sebuah tradisi edukasi atau pendidikan seks yang dikenal sejak masa lalu. (IG @ penerbitjavanica)

Semarang, iNewsTTU.idTradisi gowok, yang dikenal sebagai pendidikan seksual kontroversial di kalangan masyarakat Jawa, telah menghilang sejak era 1960-an karena dianggap melanggar norma dan agama. Meskipun kontroversial, tradisi ini dulu dianggap sebagai cara untuk mendidik anak-anak mengenai seluk beluk tubuh dan hubungan seks.

Tradisi gowok, yang diyakini sudah marak pada abad ke-15, diketahui berasal dari kedatangan Laksamana Cheng Ho dari Negeri China.

Dalam novel 'Nyai Gowok' karya Budi Sarjono dan buku 'Ronggeng Dukuh Paruk' karya Ahmad Tohari, tradisi ini dijelaskan sebagai praktik di mana seorang anak laki-laki diajarkan tentang berbagai aspek seksual oleh seorang wanita dewasa yang disebut gowok.

Dalam proses "latihan" atau yang biasa disebut 'nyantrik', seorang anak akan menginap beberapa hari atau lebih dengan sang gowok. Setelah dididik, anak tersebut diharapkan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang hubungan seksual dan pernikahan.

Meskipun terbilang vulgar, tradisi gowok tidak hanya tentang nafsu semata, melainkan juga tentang mempersiapkan generasi muda untuk mengarungi bahtera rumah tangga dengan lebih mantap dan matang. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini mulai menghilang karena dianggap melanggar norma dan agama.

Ahmad Tohari, dalam bukunya, menjelaskan bahwa masa pergowokan biasanya berlangsung hanya beberapa hari, paling lama satu minggu. Namun, meskipun tradisi ini telah lenyap, sejarahnya tetap memberikan wawasan tentang budaya dan pendidikan seksual di masyarakat Jawa pada masa lampau.

“Satu hal yang tidak perlu diterangkan tetapi harus diketahui oleh semua orang adalah hal yang menyangkut tugas inti gowok. Yaitu mempersiapkan seorang perjaka agar tidak mendapat malu pada malam pengantin baru,” ujarnya.

Seperti sedikit diuraikan di atas, tradisi vulgar ini datang seiring kehadiran Laksamana Cheng Ho ke Pulau Jawa pada tahun 1415. Tradisi ini dikenalkan seorang wanita bernama Goo Wok Niang.

Dalam masyarakat Jawa, pelafalannya berubah jadi “gowok”. Namun disebutkan, tradisi yang marak di daerah Purworejo dan Banyumas ini, mulai hilang di era 1960-an, lantaran memang tradisinya melanggar norma dan agama.

Editor : Sefnat Besie

Follow Berita iNews Ttu di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut