Nofu menegaskan bahwa sumbangan tersebut tidak bersifat wajib. Meskipun beberapa warga, termasuk lansia, tidak memberikan sumbangan, hal itu tidak dipermasalahkan.
"Sumbangan itu juga tidak kita paksakan untuk harus kasih. Jadi ada orang tua yang kadang kasih dan kadang tidak kasih, ya itu kita tidak paksakan harus. Dan waktu itu juga ada bentuk panitia, jadi uang itu kita simpan di bank BRI," ungkapnya.
Ia menjelaskan, sumbangan yang dimaksud adalah sebesar Rp10.000 per kepala keluarga, yang dihimpun oleh panitia yang dibentuk dari warga desa. Namun, setelah masukan dari masyarakat, panitia yang mengelola dana tersebut terdiri dari tiga staf desa, yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara.
"Sampai saat ini, uang itu masih tersimpan di rekening BRI. Jadi setiap bulan kita rapat, itu selalu dilaporkan tentang jumlah uang yang ada sudah berapa banyak. Kemudian kita rencanakan tahun 2027 itu sudah mulai bangun aula kantor desa," jelas Nofu.
Ia juga menegaskan bahwa jika warga merasa tidak setuju dengan rencana tersebut, dana sumbangan akan dikembalikan. Namun, menurut Nofu, mayoritas warga mendukung pembangunan tersebut, mengingat kantor desa yang ada saat ini sudah digunakan sejak tahun 1985.
"Jadi kemarin kami rapat, saya bilang kalau memang masyarakat tidak setuju lagi ya kita bisa kembalikan, karena kan ada daftar nama penyumbang," tandasnya.
"Tapi masyarakat bilang, kita sudah rencana dan kalau batal nanti bagaimana kita punya kantor desa sudah pecah. Dan itu kantor desa juga kalau tidak salah sudah dari tahun 1985, saya sekolah tahun 1986 itu kantor desa sudah ada," lanjutnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait