Ruth menambahkan pemerintah wajib menyediakan rumah aman yang mudah diakses untuk perempuan dan anak penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan dan Memberikan Perlindungan khusus terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain mendapatkan Hak Anak, Anak Penyandang Disabilitas juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan Anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus. Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua Anak. Pasal 49 dan Pasal 51 UU Nomor 8 Tahun 2016 mengamanatkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Keluarga, dan Orang Tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Anak untuk memperoleh pendidikan Anak Penyandang Disabilitas diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan inklusif dan/atau pendidikan khusus.
" Perlu memperkokoh komitmen untuk memberi perhatian dan dukungan positif kita semua terhadap aspek pemenuhan hak dan perlindungan bagi semua anak, termasuk Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK), salah satunya adalah Anak Penyandang Disabilitas," sambung Ruth.
Ruth juga menyoroti perlunya membangun persepsi, komitmen, dan koordinasi antara Lembaga Pemerintah, baik pada aras pemerintah daerah maupun vertikal, Lembaga Agama, Lembaga Sosial, Pusat Pengembangan Anak, Lembaga Swadaya Masyarakat, Keluarga dan Media serta semua pemangku kepentingan lainnya, terkait upaya pemenuhan hak anak dan penanganan AMPK, serta penataan masa depan yang mandiri bagi anak secara cepat, akurat, komprehensif dan terintegrasi, maka Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Provinsi NTT, memandang penting untuk melaksanakan kegiatan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak, termasuk anak yang Berkebutuhan Khusus.
Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini yakni Ketua Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Nusa Tenggara Timur, Veronika Ata dan Psikolog Klinis, Zerlinda Christine Aldira Sanam.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait