KEFAMENANU, iNewsTTU.id--Wanita Katolik Republik Indonesia cabang Paroki St. Yohanes Pemandi Naesleu, Dekenat Kefamenanu Keuskupan Atambua, bekerjasama dengan Save The Children dan Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara mengadakan sosialisasi stunting Pada tanggal 19 Juni 2023 lalu di Kelurahan Tubuhue Kecamatan Kota Kefamenanu.
sosialisasi stunting dilakukan WKRI dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Wanita Katolik Republik Indonesia yang ke - 99.
"Alasan mendasar WKRI mengadakan sosialisasi Stunting di Kelurahan Tubuhue karena Tubuhue merupakan salah satu Keluruhan dengan angka prevalensi stunting tertinggi (25,0%) di Kecamatan Kota Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara," kata ketua WKRI cabang St. Yohanes Pemandi Naesleu Maria Rofina Neonbeni.
Lebih lanjut Marni menjelaskan Peserta yang hadir adalah para ibu hamil, ibu menyusui dan calon pengantin. Jumlah peserta yang hadir sebanyak 38 orang.
Kegiatan ini dibuka oleh Lurah Tubuhue Yohanes Safe dan sebagai Pemateri dari Yayasan Save the Children Devi Taunu District Coordinator BISA NTT yang didampingi Dewi Wilaradja Project Asisten TTU, menyajikan materi Emo Demo sesi ASI SAJA CUKUP.
Emo demo adalah sebuah pendekatan komunikasi perubahan perilaku yang inovatif yang sudah terbukti efektif memperbaiki perilaku ibu terkait pemberian makan pada bayi dan anak.
Lebih lanjut Devi menjelaskan bahwa Metode ini sengaja digunakan agar para peserta lebih memahami secara mendalam tentang hal-hal yang ingin disampaikan dalam materi. Materi disampaikan dengan alat peraga dan contoh-contoh konkrit.
Lebih jauh Devi menjelaskan bahwa Ibu menyusui harus memberikan ASI(Air Susu Ibu) ekslusif selama 6 bulan tanpa tambahan susu formula atau makanan.
"Artinya selama 6 bulan ASI saja cukup,"ujarnya.
Jumlah ASI yang diberikan kepada bayi disesuaikan dengan tingkat usia bayi, bayi 1(satu) hari berbeda jumlah ASI nya dengan bayi 3 (tiga)hari, 1 (satu) minggu ,dan 1(satu) bulan.
"Ibu menyusui harus rutin memberikan ASI. Hal ini dapat merangsang banyaknya ASI dari seorang ibu. Jika sering memberi ASI kepada bayinya maka rangsangan untuk ASI semakin "tandas Devy
Sementara Landelinus Nahak, SKM (Kepala seksi Gizi) dari Dinas Kesehatan Kabupaten TTU dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak.
Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat, sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya.
Dijelaskan, tidak jarang masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan.
Faktanya, faktor genetika memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan.
Landelinus pun menjelaskan biasanya, stunting mulai terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka memasuki usia dua tahun.
Stunting memiliki gejala-gejala yang bisa anda kenali, misalnya:
-Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
-Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat
-Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk
-Pubertas yang lambat
-Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
-Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya
Lebih lanjut Landelinus menegaskan bahwa stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas masyarakat Indonesia.
Bukan hanya mengganggu pertumbuhan fisik, anak-anak juga mengalami gangguan perkembangan otak yang akan mempengaruhi kemampuan dan prestasi mereka.
Selain itu, anak yang menderita stunting akan memiliki riwayat kesehatan buruk karena daya tahan tubuh yang juga buruk. Stunting juga bisa menurun ke generasi berikutnya bila tidak ditangani dengan serius.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait