SOE,iNewsTTU.id- Forum masyarakat adat Desa Naileu Kabupaten Timor Tengah Selatan, bersepakat menolak sehubungan dengan Pengukuran BPKH tentang penetapan Kawasan Hutan Laob Tumbesi yang mengklaim tanah-tanah masyarakat di Desa Naileu Kecamatan KiE.
Hal ini tertuang dalam surat resmi Penolakan pengukuran Kehutanan yang ditujukan kepada kepala Kantor BPKH Propinsi NTT dan BPN Kabupaten TTS.
Sekretaris masyarakat Hukum Adat Amanuban Pina Ope Nope, kepada media ini Jumat, ( 11/10/2024) menjelaskan bahwa salah satu tembusan yaitu Sonaf Amanuban di Niki- Niki sudah mendapat salinan surat ini dan akan ditindak lanjuti sesuai kebutuhan masyarakat. Sesuai informasi masyarakat, pihak Kehutanan semula menjanjikan sertifikat Hak Milik (SHM) tapi tanah masyarakat sekelilingnya berbatasan dengan tanah kehutanan Loab Tumbesi karena itu warga menolak.
" Warga sepakat menolak pengukuran untuk sertifikat tanah di Desa Naileu Kecamatan Kie, kami sampaikan secara tegas bahwa kami para Tua-tua adat dari Desa Naileu Kecamatan KiE menolak penetapan tanah-tanah kami menjadi kawasan Hutan Produksi," ujar Pina mengutip surat tersebut.
Adapun alasan-alasan warga seperti yang tertuang dalam surat adalah sebagai berikut :
1. Bahwa tanah-tanah kami adalah tanah Adat dan bukan tanah mjlik Penjajah Belanda;
2. Bahwa dasar klaim Register Tanah Kehutanan dari tahun 1920 sebagai tanah Belanda adalah sebuah kekeliruan besar sebab itu adalah Hutan Adat Kaizel (Kaisar) Amanuban yang ditetapkan oleh Usi Keizel Amanuban Pa'E Nope (yang biasa kami sebut Usi Pina) yang memerintah sebagai Keizel Amanuban sejak tahun 1920-1959;
3. Bahwa kami Keluarga besar Saetban sebagai perpanjangan tangan Keizel Amanuban dengan jabatan Anaamnes/ Ana koa metan sebagai penjaga maupun sebagai pejabat pembagi tanah sesuai hukum Adat Amanuban sejak ratusan tahun lalu sama sekali tidak menyetujui upaya Pemerintah melalui Kementrian Kehutanan sebab berlawanan dengan Undangundang Dasar Negara 1945 pasal 18.b ayat (2) berbunyi : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya;
4. Bahwa persoalan ini sudah kami sampaikan kepada Keturunan Keizel Amanuban di Sonaf Niki-Niki yaitu Naimnuke/ Usi mnuke Pina Ope Nope pada 12 Januari 2024 dan yang terakhir pada 22 Agustus 2024. Naimnuke/ Usimnuke Pina Ope Nope sudah menyatakan bahwa proses surat menyurat dengan pihak kementrian maupun Ombudsman.dan dari pihak Ombudsman Republik Indonesia telah memberikan surat balasan.
5. Warga telah melakukan Musyawarah Adat ke-IV dan kami Tokoh-Tokoh adat dari Deşa Naileu dan Temukung di seluruh Amanuban hadir. Dalam Musyawarah dibacakan isi surat Ombudsman RI nomor 0215/LM/X/2-23/KPG tanggal 20 Agustus 2024 halaman 19 b3hwa Pihak Kehutanan telah mengakui "pada tahun (1980an) telah terjadi penggabungan kelompok hutan yang menjadikan sebagian beşar lahan masyarakat maşuk dalam kawasan hutan dan pada saat itü masyarakat tidak mengetahui adanya perubahan penggabungan kelompok hutan tersebut yang telah memasukan tanah-tanah masyarakat menjadi kawasan hutan hingga pada tahun 2023 barulah masyarakat tahu.
6. Bahwa dalam Musyawarah Adat Amanuban Ke-IV ini juga dibacakan Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 34/PUU/lX/2011 menyebutkan : "penetapan batas wilayah hutan negara dan hutan cdat tidok dapat di tetapkan secora sepihak oleh negara tetapj horus melibatkan pemangku (stakeholder) di wilayah yang bersangkutan. Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa kota "negara" dalam pasal 1 angka 6 UU kehutanan bertentangan dengan Undangundang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hükum mengikat". Ditegaskan juga dalam Putusan ini agar Pemerintah waİib mengeluarkannya agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat;
7. Bahwa merujuk pada point-point tersebut diatas maka kami sebagai Anaamnes maupun Masyarakat (Kolo Manu) Deşa Naileu dengan tegas menolak penetapan kawasan Hutan Prodüksi Tetap Laob — Tumbesi dan meminta agar SK Menteri ini dicabut demi hukum;
8. Kami juga menolak pengukuran dari. pihak Badan Pertanahan Nasional di deşa Naileu sampai ada keputusan yang jelas mengenai polemik Penetapan Batas Kawasan Hutan Laob- Tumbesi.
Editor : Sefnat Besie