Lanjut Pina, Mutis adalah gunung tertinggi di pulau Timor dan merupakan sumber utama air minum dan air bersih bagi sungai Noelmina, sungai benenain dan satu sungai lagi yang mengarah ke Oekusi Timor Leste.
"Walaupun gunung Mutis ini bukan bagian dari wilayah Amanuban namun kami merasa bagian dari kesakralan dan kebesaran Mutis sebab sungai Noelmina dan Benain ada di wilayah Amanuban" demikian kata sekretaris Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat Amanuban itu sekaligus sebagai anggota Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TPKSDA) Wilayah Sungai Noelmina.
Pina juga mengkritik hal ini sebab pihak kementerian sudah bertindak seolah-olah mereka adalah leluhur orang Timor setelah tahun lalu mengobrak-abrik tanah masyarakat adat Amanuban dengan SK kawasan hutan Laob Tumbesi.
" Kalau begini terus maka tanah Timor mau jadi apa?" Tambah Pina.
Dirinya juga merasa terpanggil sebab ia juga merupakan salah satu Dewan pendiri Forum Sejarah dan Budaya Timor (FSBT) dimana forum ini concern terhadap nilai-nilai leluhur bangsa Timor.
"Memang saya sudah curiga sejak beberapa minggu lalu sebelum penetapan Kawasan Mutis sebagai taman Nasional sudah ada upacara penyerahan Replika Majapahit kepada salah satu oknum di fatumnasi yang disebut sebagai penjaga Mutis. Jangan membuat pembodohan sebab Majapahit tidak pernah sampai ke pulau Timor. Itu pembodohan sejarah" tegas Pina.
Pina juga menambahkan Penyelenggara negara harus sadar bahwa Republik ini adalah Negara Bangsa, sebuah negara yang terdiri dari berkumpulnya bangsa-bangsa ( suku_red) sehingga negara harus menghormati nilai-nilai bangsa Timor. Bukan sebaliknya memanfaatkan situasi untuk mengaburkan sejarah bangsa Timor yang sudah dengan rela hati bergabung dengan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949 silam.
"Penyelenggara negara harus sadar bahwa Republik ini adalah Negara Bangsa, sebuah negara yang terdiri dari berkumpulnya bangsa-bangsa sehingga negara harus menghormati nilai-nilai bangsa Timor. Bukan sebaliknya memanfaatkan situasi untuk mengaburkan sejarah bangsa Timor yang sudah dengan rela hati bergabung dengan Republik Indonesia pada 27 Desember tahun 1949," tutup Pina Ope Nope dengan penuh rasa kecewa.
Editor : Sefnat Besie