Direktur Lakmas Cendana Wangi NTT Soroti Sengkarut Pilkada Kabupaten Belu

*Sefnat Besie*
Dikrektur lakmas NTT Viktor Manbait soroti sengkarut Pilkada Kabupaten Belu. Foto: iNewsTTU.id/Sefnat Besie


Kupang, iNewsTTU.id– Direktur Lakmas Cendana Wangi NTT, Viktor Manbait, memberikan pandangannya terkait polemik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Belu yang tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya, permasalahan ini menyoroti pentingnya penegakan prosedural hukum yang adil dan transparan demi menjaga esensi demokrasi.

“Dalam ilmu hukum, prosedur bukan sekadar tata cara formalitas, melainkan cerminan inti dari hukum itu sendiri: keadilan, kewajaran, dan kepatutan,” tegas Viktor.

Ia menjelaskan bahwa pemilihan umum tidak hanya sebatas perolehan suara, tetapi juga menyangkut proses demokrasi yang harus sesuai dengan konstitusi negara dan prinsip luber (langsung, umum, bebas, rahasia) serta jurdil (jujur dan adil).

Peran Strategis MK
Viktor menilai bahwa MK memiliki tugas strategis, tidak hanya memeriksa hasil perolehan suara, tetapi juga menguji substansi dan nilai demokrasi dalam setiap tahapan pilkada.

“MK akan menolak eksepsi dari pihak terkait dan termohon (KPU) untuk kemudian masuk ke tahap sidang pembuktian. Dalam tahap ini, fakta dan bukti akan diuji secara mendalam,” katanya.

Ia menyoroti pentingnya MK mengonfrontasi keterangan Polres Belu terkait penerbitan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian) yang dianggap tidak mencerminkan fakta sebenarnya.

“Jika benar calon wakil bupati memiliki catatan sebagai mantan terpidana, tetapi SKCK menyatakan sebaliknya, ini menjadi persoalan serius yang merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga hukum,” tambah Viktor.

Lembaga Penegak Hukum Dinilai Lalai
Viktor juga menilai bahwa institusi kepolisian dan pengadilan telah gagal menjalankan perannya dalam memastikan integritas calon kepala daerah. Ia menyebut penerbitan dokumen seperti SKCK dan surat keterangan pengadilan yang tidak sesuai fakta sebagai bentuk kelalaian fatal.

“Lolosnya calon kepala daerah yang merupakan mantan terpidana menunjukkan bahwa sistem dan mekanisme administrasi di kepolisian dan pengadilan masih lemah dan mudah diintervensi. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat lembaga-lembaga ini adalah garda terdepan dalam menjaga demokrasi,” kritiknya.

Ia juga menyoroti alokasi dana hibah sebesar Rp7 miliar dari Pemda Belu untuk Polres Belu dalam rangka pengamanan Pilkada 2024.

“Ironis sekali jika dengan anggaran sebesar itu, pelanggaran mendasar seperti ini tetap terjadi,” katanya.

Editor : Sefnat Besie

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network