Sedangkan Usif Adren Tafin Oematan menyayangkan keputusan pemerintah ini dengan status Mutis saat ini.
"Kami tidak ingin dibingungkan lagi dengan istilah Cagar Alam atau Taman Nasional. kami berharap agar Mutis menjadi Hutan Adat seperti sedia kala dan dipelihara oleh masyarakat Adat yang sudah turun temurun. Negara seenaknya kasi naik kasi turun status sejak kapan negara punya tanah. Mutis itu sakral dan itu adalah TAMAN EDEN di dunia," tegss Usif Oematan lagi.
Febrianto Bintara salah satu aktivis FMN dan AGRA memberikan argumen dengan data
jika pemerintah memiliki reputasi buruk dalam pengelolaan Taman Nasional. Lebih mementingkan investasi dibandingkan konservasi alam dan lingkungan.
Di Taman Nasional Komodo misalnya, bahkan masyarakat Suku Atamodo yang percaya bahwa leluhur mereka adalah komodo hanya mendapatkan ruang hidup seluas 298 Ha. Sedangkan zona konservasi hanya 35.308 Ha. Selebihnya yang kurang lebih hampir 90.000 hektar itu masuk zona Pemanfaatan yang dikuasai serta dimiliki oleh negara, artinya masyarakat asli telah kehilangan hak milik turun temurun atas pulau itu.
"Belum lagi di Mandalika dan Tesso Nilo jadi kami mengapresiasi masyarakat Adat Timor yang peka terhadap hal ini terutama kawasan Mutis yang sangat kaya dengan sumber mineral dan pemandangan alam yang luar biasa," demikian Febrianto Bintara menjelaskan.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait