KUPANG,iNewsTTU.id- Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) membuka sejumlah fakta yang memberatkan sehingga Ipda Rudy Soik dipecat dari institusi Polri.
Dalam jumpa pers yang digelar di lobby Humas Polda NTT Minggu (13/10/2024), Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, menjelaskan pelaksanaan sidang kode etik
digelar pada 10-11 Oktober 2024 di gedung Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT.
Ipda Rudy Soik, anggota Pama Yanma Polda NTT disidang dengan 7 dakwaan yang memberatkannya, salah satunya dugaan pelanggaran terkait dengan prosedur penyidikan.
"Pemeriksaan sidang kode etik tersebut bertujuan untuk memeriksa dan mendengarkan keterangan saksi-saksi, alat bukti dan keterangan terduga pelanggar, Ipda RS. Sehingga hasil pemeriksaannya yang bersangkutan dinyatakan terbukti bersalah, maka dijatuhi sanksi berupa perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela dan di-PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) dari dinas Polri," tegas Kabud Humas.
Ariasandy mengatakan saat proses pemeriksaan dalam persidangan, kuasa hukum Rudy Soik menanggapi secara lisan tuntutan penuntut yang pada intinya meminta maaf kepada institusi Polri atas perbuatan terduga pelanggar karena telah mencoreng nama baik institusi Polri. Kemudian tindakan Rudy Soik tidak kooperatif, tidak sopan dalam persidangan dan meninggalkan ruangan persidangan.
Pendamping hukumnya tidak akan mengajukan pembelaan lagi karena Ipda Rudy Soik sendiri tidak kooperatif dalam persidangan, meninggalkan ruang sidang, tidak bersedia mendengarkan penuntutan dan putusan hingga persidangan dilanjutkan tanpa kehadirannya atau in absensia.
"Pengambilan keputusannya oleh majelis sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) sudah mempertimbangkan persangkaan, tuntutan dan tanggapan dari pendamping terduga pelanggar dan penilaian terhadap seluruh fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan berupa keterangan para saksi," kata Ariasandy.
Ariasandy menegaskan Rudy Soik telah melakukan perbuatan pelanggaran KKEP berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, standar operasional prosedur, dan ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan BBM dengan melakukan pemasangan garis polisi pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Ansar dan Algajali Munandar yang mana lokasi itu tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana.
" Ipda RS telah melakukan perbuatan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau standar operasional prosedur, ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan melakukan pemasangan Police Line (garis Polisi) pada drum dan jerigen yang kosong di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar beralamat di Kelurahan Alak dan Fatukoa," ujar Kabid Humas.
Menurut Kombes Sandy, tempat di lakukan pemasangan Police Line tidak terdapat barang bukti dan bukan merupakan peristiwa tindak pidana dan dalam tindakan tersebut tidak didukung dengan administrasi penyelidikan sehingga menyebabkan korban Ahmad Anshar dan Algajali Munandar merasa malu, menimbulkan polimik dikalangan masyarakat sekitarnya, keluarganya merasa malu dengan pemberitaan media masa seolah-olah telah melakukan kejahatan padahal dirinya merasa tidak bersalah, atas tindakan Ipda RS tersebut dan telah dilakukan audit infestigasi serta pemeriksaan oleh Akreditor.
Tindakan Ipda RS telah melanggar Kode Etik Profesi Polri sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1), dan pasal 14 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri dan/atau pasal 5 ayat (1) b, c dan pasal 10 ayat (1) huruf a angka 1, dan huruf d Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Adapun tambah Kombes Sandy, dalam proses sidangnya tidak ada fakta yang meringankan, hanya ada fakta yang memberatkan yaitu:
1) Pada saat pelanggaran terjadi dilakukan secara sadar, kesengajaan dan menyadari perbuatan tersebut merupakan norma larangan yang ada pada Peraturan Kode Etik Polri;
2) Perbuatan Terduga pelanggar tersebut dapat berimplikasi merugikan dan merusak citra kelembagaan Polri;
3) Terduga pelanggar dalam memberikan keterangan tidak kooperatif dan berbelit-belit dan tidak berlaku sopan di depan persidangan Komisi;
4) Terduga pelanggar dalam pemeriksaan pendahuluan menolak memberikan keterangan dalam berita acara pemeriksaan dan menolak mendanda tangani berita acara pemeriksaan.
5) Terduga pelanggar dalam persidangan pembacaan Tuntutan, mendadak dan menyatakan untuk tidak mendengarkan dan mengikuti persidangan sehingga terduga pelanggar meninggalkan ruangan persidangan namun tetap dilanjutkan dengan sidang tanpa kehadiran (In Absensia) terduga pelanggar.
6) Bahwa dalam persidangan saat agenda pembacaan tuntutan terduga pelanggar keluar dari persidangan tidak berkenan mendengarkan tuntutan dan putusan serta keluar tidak mengikuti persidangan secara hukum persidangan tetap berjalan tanpa kehadiran terduga pelanggar;
7) Terduga pelanggar pernah melakukan pelanggaran Disiplin sebanyak 3 (tiga) kali dan Kode Etik Profesi Polri 1 (satu) dengan putusan Disiplin dan Kode Etik Profesi Polri sebagai berikut :
v Laporan Polisi Nomor: LP-A/50/VI/HUK.12.10./2024/Provos tanggal 27 Juni 2024 dengan keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/02/VIII/2024 tanggal 29 Agustus 2024 dengan sanksi Teguran tertulis, Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun dan Pembebasan dari jabatan selama 1 (satu) tahun;
v Laporan Polisi Nomor: LP-A/55/VII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Juli 2024 dengan keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/03/IX/2024 tanggal 11 September 2024 dengan sanksi Teguran tertulis dan Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari;
v Laporan Polisi Nomor: LP-A/66/VIII/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 7 Agustus 2024 keputusan hukuman Disiplin Nomor: KEP/04/IX/2024 tanggal 18 September 2024 dengan sanksi Teguran tertulis;
v Laporan Polisi Nomor: LP-A/49/VI/HUK.12.10./2024/Yanduan tanggal 27 Juni 2024 dengan Putusan sidang Kode Etik Profesi Polri Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024 dengan sanksi Penempatan pada tempat khusus selama 14 (empat belas) hari dan mutasi bersifat demosi selama 3 (tiga) tahun.
v Hasil putusan sidang Banding Komisi Kode Etik Polri pada tanggal 9 Oktober 2024 dengan menjatuhkan sanksi dari putusan Komisi Kode Etik Polri menambah putusan sanksi berupa mutasi bersifat demosi selama 5 (lima) tahun terhadap Putusan Sidang KKEP Nomor: PUT/34/VIII/2024 tanggal 28 Agustus 2024.
Adapun sejumlah saksi yang dihadirkan, yaitu Ahmad Ansar, Algajali Munandar, AKP. Yohanes Suhardi, Ipda Andi Gunawan, Aipda Ardian Kana, Bripka Jemi Tefbana, Briptu Dewa Alif Ardika dan Kapolresta Kupang Kota
Kombes Aldinan Manurung.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait