Adapun alasan-alasan warga seperti yang tertuang dalam surat adalah sebagai berikut :
1. Bahwa tanah-tanah kami adalah tanah Adat dan bukan tanah mjlik Penjajah Belanda;
2. Bahwa dasar klaim Register Tanah Kehutanan dari tahun 1920 sebagai tanah Belanda adalah sebuah kekeliruan besar sebab itu adalah Hutan Adat Kaizel (Kaisar) Amanuban yang ditetapkan oleh Usi Keizel Amanuban Pa'E Nope (yang biasa kami sebut Usi Pina) yang memerintah sebagai Keizel Amanuban sejak tahun 1920-1959;
3. Bahwa kami Keluarga besar Saetban sebagai perpanjangan tangan Keizel Amanuban dengan jabatan Anaamnes/ Ana koa metan sebagai penjaga maupun sebagai pejabat pembagi tanah sesuai hukum Adat Amanuban sejak ratusan tahun lalu sama sekali tidak menyetujui upaya Pemerintah melalui Kementrian Kehutanan sebab berlawanan dengan Undangundang Dasar Negara 1945 pasal 18.b ayat (2) berbunyi : Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya;
4. Bahwa persoalan ini sudah kami sampaikan kepada Keturunan Keizel Amanuban di Sonaf Niki-Niki yaitu Naimnuke/ Usi mnuke Pina Ope Nope pada 12 Januari 2024 dan yang terakhir pada 22 Agustus 2024. Naimnuke/ Usimnuke Pina Ope Nope sudah menyatakan bahwa proses surat menyurat dengan pihak kementrian maupun Ombudsman.dan dari pihak Ombudsman Republik Indonesia telah memberikan surat balasan.
5. Warga telah melakukan Musyawarah Adat ke-IV dan kami Tokoh-Tokoh adat dari Deşa Naileu dan Temukung di seluruh Amanuban hadir. Dalam Musyawarah dibacakan isi surat Ombudsman RI nomor 0215/LM/X/2-23/KPG tanggal 20 Agustus 2024 halaman 19 b3hwa Pihak Kehutanan telah mengakui "pada tahun (1980an) telah terjadi penggabungan kelompok hutan yang menjadikan sebagian beşar lahan masyarakat maşuk dalam kawasan hutan dan pada saat itü masyarakat tidak mengetahui adanya perubahan penggabungan kelompok hutan tersebut yang telah memasukan tanah-tanah masyarakat menjadi kawasan hutan hingga pada tahun 2023 barulah masyarakat tahu.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait