Dinas DP3AP2KB NTT Sosialisasi Program Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak

Rudy Rihi
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) NTT, Ruth Diana Laiskodat. Foto : Tangkapan Layar

KUPANG,iNewsTTU.id-Dalam upaya mengatasi masalah Pekerja Anak di Nusa Tenggara Timur (NTT), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Nusa Tenggara Timur, melalui Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) sukses menyelenggarakan Sosialisasi Program Indonesia Menuju Bebas Pekerja Anak Tahun 2024, Selasa, (3/9/ 2024). Acara ini dilakukan secara luring dan daring melalui zoom dan siaran langsung YouTube DP3AP2KB Provinsi NTT.

Lewat rilis kepada media ini, Rabu ( 4/9/2024) Acara yang dipusatkan di Aula DP3AP2KB Provinsi NTT ini, mengikutsertakan 37 peserta secara daring dari Kota Kupang dan 17 Kabupaten se Nusa Tenggara Timur, serta para ASN di Lingkup DP3AP2KB Provinsi NTT.

Kegiatan sosialisasi ini juga sebagai tindaklanjut Peraturan Presiden Nomor : 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) Tahun 2021–2025, dan surat Direktur Jenderal HAM Nomor: HAM-HA.02.03-24 tanggal 6 Agustus 2024 perihal: Pelaksanaan laporan Aksi HAM B08 Tahun 2024. Adapun peserta yang ikut secara daring adalah Dinas Pengampuh Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindunngan Anak dari Kota Kupang, Kabupaten Alor, Kabupaten Sikka, Kabupaten Sabu Raijua, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Barat, Kabupaten Ende, Kabupaten Sumba Barat Daya, Kabupaten Sumba Tengah, Kab. Nagekeo, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Belu, Kabupaten Lembata, dan Kabupaten Timor Tengah Selatan.

Sosialisasi yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang perlindungan anak, serta mengidentifikasi langkah-langkah konkret dalam mengatasi permasalahan pekerja anak dan menanggulangi eksploitasi anak dalam dunia kerja, diawali dengan pengisian pretest untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan dari semau peserta tentang dampak dan bahaya dari Pekerja Anak, dan diakhir dari sosialisasi dilaksanakan juga posttest dan pengisian survei kepuasan menggunakan tautan yang disiapkan.

Kepala DP3AP2KB Provinsi NTT, Ruth D. Laiskodat, dalam pokok-pokok arahannya mengawali jalannya sosialisasi, menekankan kepada semua peserta tentang pentingnya perlindungan anak sebagai aset bangsa.

“Anak-anak adalah masa depan bangsa yang harus dilindungi dari segala bentuk perlakuan yang tidak manusiawi. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan mereka tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman.” ujar Ruth.

Ruth Diana Laiskodat yang juga pernah memimpin Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT ini juga menyampaikan bahwa Program Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak merupakan bagian dari upaya bersama untuk menangani isu pekerja anak yang masih menjadi tantangan serius di Indonesia, khususnya di NTT. Program ini bertujuan melindungi masa depan anak-anak Indonesia dengan memastikan mereka mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

“DP3AP2KB Provinsi NTT telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pengampuh Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten/Kota se-NTT, untuk menginventarisir program terkait menurunkan angka pekerja Anak di daerahnya masing-masing, dan juga dengan adanya sosialisasi ini, sangat diharapkan setiap Pemerintah Kabupaten/Kota se NTT segera melaksanakan sosialisasi mengenai pekerja anak dan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, baik secara luring maupun daring, agar masyrakat makin sadar akan dampak dari anak yang tereksploitasi”, jelas Ruth Diana Laiskodat.

France A. Tiran, Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA) DP3AP2KB Provinsi NTT, yang tampil sebagai moderator dalam kegiatan tersebut, menegaskan pentingnya kerja kolaboratif dalam mengatasi masalah pekerja anak.

“Isu pekerja anak adalah tantangan yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak, baik  pemerintah, masyarakat, maupun pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.

Ruth Diana Laiskodat menjelaskan perbedaan mendasar antara pekerja anak dan anak yang bekerja. Ia menekankan bahwa anak yang bekerja untuk membantu orang tua dalam waktu singkat dan dalam rangka pendidikan tidak dianggap sebagai pekerja anak, sedangkan pekerja anak adalah anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan dan perkembangan fisik dan kejiawaan serta tumbuh kembang anak.

“Ciri-ciri pekerja anak, yaitu bekerja setiap hari, tereksploitasi, tergantung pada waktu sekolah atau tidak bersekolah lagi, dan bekerja dalam waktu lama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hak-hak anak seperti hak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak untuk memperoleh perlindungan, hak untuk berpartisipasi, dan hak untuk pendidikan mengalami degradasi”, ungkap Ruth Diana Laiskodat.

Di samping itu, Kepala DP3AP2KB menjelaskan berbagai bentuk pekerjaan yang diizinkan untuk anak-anak, seperti pekerjaan ringan untuk usia 13-15 tahun dan pekerjaan dalam rangka kurikulum pendidikan. Sebaliknya, ia juga menegaskan bentuk pekerjaan yang dilarang dan berbahaya bagi anak-anak, seperti pekerjaan terburuk untuk anak (BPTA) yang mencakup perbudakan, pelacuran, produksi pornografi, perjudian, dan pekerjaan berbahaya lainnya.

Kepala DP3AP2KB juga mengungkapkan dampak negatif pekerja anak terhadap perkembangan fisik, mental-emosional, dan sosial anak. Ia menegaskan perlunya pemantauan pekerja anak berbasis masyarakat (PATBM) yang efektif untuk mengidentifikasi, menarik, dan memberikan perlindungan kepada anak-anak yang terlibat dalam pekerjaan berbahaya.

Dalam sesi diskusi, beberapa peserta mengajukan pertanyaan atapun tanggapan terkait isu pekerja anak di daerah, diantarnya adalah Staf Fungsional Pekerja Sosial Masyarakat Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMDP3A) Kabupaten Nagekeo, Ernesta Lokon, S.KM  menanyakan mengenai kegiatan "Sore Kasih" dimana anak-anak diijinkan membantu orang tua setelah sekolah.

Ruth D. Laiskodat menjelaskan bahwa kegiatan seperti "Sore Kasih" bisa dianggap sebagai bentuk partisipasi positif anak dalam keluarga selama tidak mengganggu waktu belajar dan tidak mengarah pada eksploitasi.

“Pastikan kegiatan ini tidak menuntut waktu dan tenaga yang berlebihan dari anak-anak sehingga tidak mempengaruhi hak mereka untuk belajar dan bermain,” tegasnya.

Selanjutnya, Chostansia Ketti, Kabid Perlindungan Anak Dinas Sosial P3A Kabupaten Sabu Raijua, menyampaikan tantangan dalam mendata pekerja anak di wilayahnya serta kebutuhan untuk sosialisasi di enam kecamatan, dan Ruth Laiskodat menyatakan komitmen DP3AP2KB Provinsi NTT untuk memberikan dukungan semangat dan dorongan kepada semua kabupaten/kota untuk bisa melakukan upaya penurunan angka Pekerja Anak di wilayahnya masing-masing.

Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA), Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Novie Yuliasari Eke,  melaporkan upaya mereka dalam melacak anak-anak sebagai Pekerja Anak, bekerja sama dengan media massa untuk memberikan edukasi. Ia juga menyarankan agar masyarakat tidak membeli produk dari anak-anak pekerja sebagai bentuk dukungan.

Ruth D. Laiskodat mendukung langkah tersebut dan menyatakan pentingnya peran serta masyarakat dalam menghentikan siklus pekerja anak.

“Kesadaran masyarakat adalah kunci utama. Kampanye edukasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk media massa, sangat penting untuk mengubah persepsi dan praktik di lapangan,” katanya.

Sementara DP3AP2KB Kabupaten Manggarai Timur, Jemy, meminta dukungan materi dan anggaran untuk menangani isu pekerja anak secara efektif. Selain itu, DP3A Kabupaten Sumba Barat Daya mempertanyakan peran Dinas Sosial dalam sosialisasi pekerja anak, mengingat tanggung jawab mereka dalam perlindungan sosial.

“Kami memahami tantangan ini dan sedang mencari cara untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam upaya mengatasi Pekerja Anak” ungkap Ruth Laiskodat menanggapi usulan dari Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Manggarai Timur.

DP3A Kabupaten Sumba Barat Daya mempertanyakan peran Dinas Sosial dalam sosialisasi pekerja anak, mengingat tanggung jawab mereka dalam perlindungan sosial.

Ruth D. Laiskodat menjelaskan bahwa sinergi antara DP3AP2KB dan Dinas Sosial sangat penting untuk memastikan perlindungan anak berjalan dengan baik.

“Kita harus bekerja bersama, berbagi data, dan menjalankan program-program yang saling mendukung untuk memastikan perlindungan terbaik bagi anak-anak kita,” ujarnya.

Dengan meningkatnya kesadaran dan upaya kolaboratif dari berbagai pihak, diharapkan sosialisasi ini dapat memperkuat perlindungan terhadap anak-anak di NTT dan mengurangi jumlah pekerja anak di wilayah kita masing-masing. DP3AP2KB Provinsi NTT akan terus berkomitmen untuk memantau dan melaksanakan program perlindungan anak secara efektif, serta menyediakan dukungan yang diperlukan bagi semua pihak terkait.

Acara sosialisasi ini diharapkan dapat memperkuat komitmen semua pihak dalam melindungi anak-anak dari berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan. Dukungan dari DP3AP2KB Provinsi NTT dan kerjasama antara berbagai instansi serta masyarakat sangat penting untuk mencapai tujuan Indonesia Bebas Pekerja Anak nanti.

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network