SOE,iNewsTTU.id- Masyarakat adat Amanuban menolak tegas pengukuran dan penanaman pilar oleh Balai Pemantapan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XIV Kupang. Sekretaris Masyarakat Adat Amanuban, Pina One Nope dalam rilis kepada iNews.id, Senin ( 18/9/2023) mengatakan musyawarah adat Amanuban ini didasari oleh satu peristiwa pada pertengahan bulan Agustus 2023 ketika beberapa kelompok Tim dari Balai Pemantapan Hutan dan Tata Lingkungan Wilayah XIV Kupang yang datang ke berbagai Desa di Kecamatan KiE, Amanuban Timur, Fatukopa dan Fatumolo dan menyampaikan tentang adanya SK Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang terbit tahun 2016 tentang penetapan kawasan hutan Laob-Tunbes.
Dalam penjelasan barulah diketahui berdasarkan peta hasil print Satelit di kantor Desa Fallas, yaitu 95% wilayah administrasi Desa Falas masuk kawasan hutan. Berikutnya wilayah adminstrasi Desa Fatukusi 100% masuk kawasan hutan, wilayah Administrasi desa Pilli 85% masuk kawasan hutan dan seterusnya. Artinya seluruh rumah-rumah (permukiman), kebun-kebun dan tanah-tanah masyarakat yang selama ini telah didiami oleh masyarakat Amanuban di desa-desa tersebut secara turun temurun telah berada di dalam kawasan hutan milik Negara (versi kehutanan).
Masyarakat Adat Amanuban berpendapat bahwa langkah penetapan Kawasan Hutan oleh pihak kementrian Kehutanan dengan bermodalkan pasal 33 UUD 1945 dan pasal 4 ayat 2 dari Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 sangat berpotensi disalah gunakan sebab ini seolah-olah telah memberikan keluasan kepada Kementrian kehutanan untuk : “Mengatur, mengurus hal yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan, serta Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan dan hasil hutan” secara leluasa bahkan secara sewenang-wenang.
" Bahwa kedua produk perundang-undangan ini dianggap telah dengan serta merta dapatlah mengabaikan keberadaan “Hak Purba” termasuk didalamnya Hak Purba dari Masyarakat asli dan adat Amanuban dan jelas kemudian, untuk mencapai tujuan terutama pada klausul tentang “Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan dan hasil hutan” maka pemerintah melalui Kementrian Kehutanan menerbitkan SK tentang penetapan kawasan hutan Laob-Tumbes yang dengan sewenang-wenang dan mengabaikan Hak Purba lalu memasukan permukiman-permukiman masyarakat dan tanah-tanah masyarakat menjadi kawasan hutan tanpa meminta ijin masyarakat sebagai pemilik tanah yang sudah mendiami tanah-tanah ini dari generasi ke generasi," Jelas Pina.
Sekretaris Masyarakat Adat Amanuban, Pina One Nope. Foto : Ist
Untuk itu warga yang tergabung dalam Perhimpunan/Persatuan Masyarakat Hukum Adat Dan Budaya Amanuban, Kabupten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur Menyatakan Sikap sebagai berikut :
1. CABUT SK MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2016
2. CABUT SURAT PENETAPAN KAWASAN HUTAN LAOB-TUNBESI NOMOR: S.348.BPKHTL/PPKH/PLA.2/8/2023
3. NEGARA HARUS MENGAKUI HAK PURBA MASYARAKAT AMANUBAN TERUTAMA TENTANG TANAH
Inilah bunyi pernyataan sikap yang disampaikan kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk di perhatikan dan dilaksanakan
" Pernyataan sikap ini dibacakan dan ditanda tangani oleh seluruh komponen perkumpulan masyarakat hukum adat dan budaya amanuban di sonaf Niki-niki dimana merupakan Pusat kerajaan Amanuban," Pungkas Pina. (*)
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait