VATIKAN, iNewsTU.id - Dr. Paolo Ruffini, Prefek Dikasteri Vatikan untuk Komunikasi, berpidato di simposium tentang Kekerasan Seksual Terkait Konflik pada hari Jumat (24/03/2023).
Pada diskusi panel, yang diselenggarakan bersama oleh Persatuan Organisasi Wanita Katolik Dunia dan Kedutaan Besar Inggris untuk Tahta Suci, menekankan besarnya masalah, dan memberikan refleksi pribadi tentang bagaimana menanggapi kejahatan semacam itu.
Kekerasan seksual dan penghancuran kemanusiaan
Dr. Ruffini mulai dengan menekankan skala masalah kekerasan seksual terkait konflik.
“Kekerasan seksual telah menjadi senjata untuk menghancurkan umat manusia,” ujarnya.
PBB, Prefek mencatat, mencatat 3.293 insiden kekerasan semacam itu pada tahun 2021. Selain itu, kasus-kasus seperti itu sangat tidak dilaporkan–PBB memperkirakan bahwa, untuk setiap kasus yang dicatat, 10 hingga 20 lainnya tidak tercatat
Sehingga jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi, kemungkinan antara 35.000 dan 70.000.
Sementara itu, LSM Gynécologie Sans Frontières, kata Dr Ruffini, melaporkan bahwa sebagian besar migran perempuan dan pengungsi yang tiba di Eropa mengalami kekerasan seksual.
Bertemu dengan korban kekerasan seksual di DRC
Selanjutnya, Dr Ruffini beralih untuk mempertimbangkan pertemuan Paus Fransiskus dengan para korban kekerasan seksual terkait konflik selama perjalanannya baru-baru ini ke Republik Demokratik Kongo.
Dia secara khusus membahas kesaksian dua wanita, Mukumbi Kamala dan Emelda M'karhungulu, mengutip panjang lebar kata-kata mereka kepada Paus Fransiskus dalam pertemuan mereka dengannya. Deskripsi mereka tentang kekerasan yang mereka alami.
Menghadapi kenyataan yang begitu mengerikan, Dr Ruffini menyarankan, satu-satunya tanggapan yang tepat adalah yang diberikan oleh Paus Fransiskus, setelah pertemuannya dengan para penyintas pelecehan.
"Dengarkan jeritan darah mereka (bdk. Kej 4:10), buka telingamu untuk suara Tuhan, yang memanggil Anda untuk bertobat, dan untuk suara hati nurani Anda… tidak untuk kekerasan, selalu dan di mana saja, tanpa 'jika' atau 'tetapi'," tuturnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait