Dengan memberikan edukasi dan membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak, khususnya orang tua dan pengasuh/pendidik, tentang pola pengasuhan anak yang baik dan optimal. Dengan pemahaman yang lebih baik, diharapkan mampu menerapkan pola asuh yang penuh kasih sayang, disiplin yang positif, serta komunikasi yang terbuka dengan anak-anak mereka.
Selain itu, membangun komitmen di dalam keluarga untuk melindungi anak dari tindakan buruk, termasuk kekerasan, menjadi bagian penting dari upaya ini. Keterlibatan aktif seluruh elemen keluarga dan masyarakat, anak-anak akan mendapatkan perlindungan yang layak dan tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Dilaksanakan sebagai amanat dari Peraturan Perundang-undangan sebagai berikut: Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang Undang-Undang No 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan Seksual; Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 5606); Keputusan Presiden RI Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak Anak (convention on the Rights of the Child)
Pola asuh yang diterapkan dalam keluarga sangat bervariasi, dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe utama: otoriter, permisif, dan demokratis. Pola asuh otoriter ditandai dengan sikap orang tua yang tegas, sering kali menggunakan hukuman, serta mengekang keinginan anak tanpa banyak memberi ruang komunikasi.
Pola ini cenderung membuat anak menjadi pendiam, kurang percaya diri, dan sulit berkomunikasi dengan orang tua. Sebaliknya, pola asuh permisif memberikan kebebasan yang berlebihan kepada anak tanpa adanya batasan atau aturan yang jelas, sehingga anak cenderung sulit mengelola stres, kurang disiplin, dan memiliki inisiatif yang rendah.
Di sisi lain, pola asuh demokratis menggabungkan kebebasan dengan pengendalian yang sehat, di mana orang tua memberikan arahan, dukungan, dan komunikasi terbuka, sehingga anak dapat tumbuh menjadi individu yang mandiri, percaya diri, dan menghargai orang lain.
Sementara itu, dalam laporan panitia yang disampaikan oleh Pekerja Sosial pada Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DinsosP3A) Kabupaten Sumba Tengah, Antonius Umbu Laiya Sobang, menyampaikan bahwa kegiatan yang digagas ini bertujuan untuk menambah referensi dan meningkatkan pemahaman dari setiap peserta tentang pola pengsuhan anak yang benar.
“Juga melalui kegiatan ini, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap anak dan meni ngkatkan kesadaran dan komitmen dari setiap keluarga untuk melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan” ungkap Anton Umbu Laiya Sobang, yang sebelumnya adalah Kepala Seksi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak pada DinsosP3A Kabupaten Sumba Tengah.
Setelah penyampaian materi dari France Abednego Tiran, sebagai narasumber tunggal pada kegiatan sosialisasi di hari pertama, dilanjutkan dengan diskusi dimana beberapa perwakilan peserta diberikan kesempatan untuk bertanya seputar materi yang telah disajikan, dan juiga beberapa peserta diberi kesemapatan untuk berbagi pengalaman dalam menerapakn pola pengasuhan anak dalam keluarga, yang dipandu oleh Moderator, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Dinsos P3A Kabupaten Sumba Tengah, Yanti W. Lestari.
Editor : Sefnat Besie