KUPANG,iNewsTTU.id- Anggota Perwira Pertama Pelayanan Markas ( Yanma) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT), Ipda Rudy Soik, siap melakukan upaya hukum dalam kasus Pemberhentian Tidak dengan Hormat (PTDH) oleh Polda NTT terhadap dirinya karena memasang garis polisi saat menyelidiki mafia BBM di rumah warga bernama Algazali Munandar dan Ahmad Ansar yang terletak di Kota Kupang, NTT.
"Saya akan mengikuti mekanisme yang berlaku. Saya akan melawan melalui upaya hukum, yaitu melakukan banding dan peninjauan kembali (PK)," ujarnya
Kepada media ini, Senin (14/10/2024) Rudy menjelaskan dalam fakta persidangan Ahmad mengakui membeli solar subsidi pada 15 Juni 2024 menggunakan barcode orang lain dan menyuap seorang anggota polisi. Fakta tersebut tak terbantahkan saat sidang berlangsung pada Rabu (9/10/2024) lalu.
"Dia mengaku memiliki barcode dan izin kapal, tapi, setelah saya minta untuk perlihatkan surat izinnya, dia bilang tidak ada. Artinya, pembelian yang dilakukan Ahmad itu secara ilegal dan perbuatan melawan hukum yang sudah memenuhi syarat sesuai Pasal 55 dalam Undang-undang (UU) Migas," jelas Rudy.
Rudy kembali menegaskan pemasangan garis polisi di rumah Ahmad karena modusnya menggunakan barcode ilegal lalu menampung di rumahnya. Kemudian ada mobil pengangkut yang pergi untuk mengangkutnya.
"Sehingga yang saya pasangi garis polisi itu adalah wadah yang korelasinya dengan tanggal 15 Juni dia membeli solar," tegas Rudy.
Rudy mengaku telah menguji Ahmad dalam persidangan sehingga ditemukan Ahmad tidak memiliki barcode atas namanya. Selain itu, Algajali juga mengaku solar subsidi yang mereka timbun lalu memberikan kepada Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda NTT juga semuanya ilegal.
"Saat sidang juga saya minta, tahapan mana yang saya langgar? Kok jadinya saya...jadinya saya yang harus di PTDH. Itu yang saya sering bertanya-tanya padahal semua yang saya lakukan atas perintah pimpinan dan dibuatkan surat perintah penyilidikan yang masih berlaku sampai saat ini," pungkasnya.
Editor : Sefnat Besie