Dari Musyawarah dibahas juga konsep dalam Pokok-pokok Pikiran musyawarah adat Amanuban yang terlampir sebagai satu kesatuan dari berita acara ini. Dalam musyawarah adat ini di kumpulkan informasi yaitu
1. Bahwa dari Pengukuran oleh pihak BPKH ini, sebagian besar rakyat terkejut bahwa lahan, kebun dan permukiman penduduk diklaim sebagai kawasan hutan milik negara. Pengukuran dari BPKH ini menurut penjelasan bertujuan untuk membebaskan areal jalan umum (yang katanya masuk kawasan hutan) sebagai APL (areal penggunaan lainnya) agar masyarakat bisa menjadikannya sebagai Hak Milik.
2. Bahwa sebenarnya tanah-tanah yang diklaim Tim Kehutanan sebagai kawasan hutan adalah tanah-tanah permukiman (kuan/ kot), pekarangan disekitar rumah (po’an), kebun-kebun (lene) dan tanah-tanah warisan lainnya yang belum diolah/ belukar (mnuke) milik rakyat Amanuban yang memang sudah menjadi hak milik turun temurun sejak ratusan tahun lalu berdasarkan pembagian oleh raja Amanuban (Usif Banam).
3. Sebagaimana biasanya program TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria) yang terjadi di daerah lainnya (di luar kabupaten TTS) sebagai berikut : tanah yang benar-benar MILIK kehutanan (obyek milik pemerintah) diukur dan dibebaskan untuk menjadi hak MILIK rakyat. Sedangkan di Amanuban terjadi sebaliknya yakni tanah-tanah MILIK rakyat yang sudah didiami ratusan tahun dan turun temurun (Batan Nao Neu Batan) diklaim sebagai kawasan hutan milik negara dan diukur untuk dibebaskan kembali sebagian bagi rakyat. Tanah-tanah MILIK rakyat yang belum diukur BPKH itu akan tetap menjadi milik pemerintah dan rakyat boleh mengolahnya menjadi HAK PAKAI saja selama 35 tahun.
4. Menilik fakta tersebut diatas, maka jelas tanah Hak Milik masyarakat Amanuban telah berubah statusnya menjadi Hak Pakai, kecuali tanah-tanah yang rencananya akan dibebaskan oleh Tim BPKH sebagai APL (Areal Penggunaan Lainnya);
5. Bahwa sesungguhnya klaim pihak BPKH atas tanah-tanah rakyat merupakan ancaman terhadap Hak Kepemilikan tanah masyarakat sebagai Hak Purba.
Editor : Sefnat Besie