Berangkat dari hal itu maka masyarakat adat Amanuban menyatakan sikap dalam beberapa poin penting yakni :
1. Subyek Hukum Masyarakat Hukum Adat dan Budaya Amanuban beserta Hak-Hak Purbanya atau Hak Tradisionalnya telah ada sebelum kedatangan bangsa Eropa maupunke Timor dan berada dibawah pimpinan Dinasti Nope;
2. Tanah-tanah di seluruh Amanuban merupakan hasil pertempuran dan perang di melawan raja Tkesnai, Jabi dan kaesmuti (Belanda) masa awal kedatangan bangsa Belanda ke Timor yaitu tahun 1641-1658;
3. Bahwa setelah perang berakhir dan tanah-tanah ini dikuasai, maka dibagi-bagi habis kepada penduduk Amanuban oleh raja yang kemudian disebut (susi-susi’ ma klui-klui’) dan dikuasakan kepada komponen-komponen adat yaitu Nai, Fetor, Oof, Tamukung dan Anaanmnes (imam);
4. Bahwa seluruh tanah di Amanuban telah terbagi habis;
5. Bahwa di dalam Hukum Adat Amanuban, tanah leluhur adalah ayah (amaf) dan ibu (ainaf) yang melahirkan, memangku dan membesarkan manusia;
6. Bahwa masyarakat Adat Amanuban dengan tegas menolak adanya klaim pihak Kehutanan cq. BPKH Propinsi dan Masyarakat Adat Amanuban beranggapan bahwa tindakan BPKH Propinsi NTT dengan melakukan pemasangan patok-patok / pilar-pilar beton diatas tanah masyarakat adalah MELANGGAR DAN SANGAT BERTENTANGAN DENGAN ADAT ISTIADAT SERTA HUKUM ADAT AMANUBAN;
7. Bahwa seluruh peserta Musyawarah telah sepakat bahwa dahulu leluhur Masyarakat Amanuban memperoleh dan mempertahankan tanah-tanah ini melalui perjuangan, peperangan dan air mata yang disebut dalam bahasa Timor/ Uab Meto’ : na’ an sai onle noe ma nuif an lasa on noko” yang artinya : darah mengalir seperti sungai dan tulang belulang bersusun seperti gunung batu. Oleh karena itu, maka diputuskan dalam Musyawarah ini bagi Masyarakat Adat Amanuban bahwa upaya untuk mempertahankan warisan leluhur masing-masing orang Amanuban dari upaya perampasan adalah Wajib.
Dalam musyawarah Adat ini, maka masyarakat Adat dari beberapa bagian Amanuban yang hadir dalam musyawarah dan yang terdampak yaitu : Kecamatan Amanuban Barat, Kecamatan Kuatnana, Kecamatan Amanuban Tengah, Kecamatan KiE, Kecamatan Fatumolo, Kecamatan Fatukopa, Kecamatan Amanuban Timur.
Sesuai daftar terlampir secara bersama-sama membuat Pernyataan Sikap yang dengan tegas agar Pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk segera :
1. Mencabut SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 357 tahun 2016 tentang penetapan Kawasan Hutan Laob-Tunbes.
2. Mencabut surat Penetapan Kawasan Hutan Laob-Tumbesi Nomor : S.348.BPKHTL/PPKH/PLA.2/2023.
3. Negara harus menghormati Hak-Hak Purba Masyarakat Adat di Seluruh Indonesia terutama Masyarakat Adat Amanuban;
4. Apabila Pemerintah tidak mencabut SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 357 tahun 2016 tersebut diatas, maka Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dan Budaya Amanuban beserta seluruh komponen masyarakat adat Amanuban akan mengambil langkah-langkah hukum yang tegas demi melindungi hak-hak Hidup seluruh Masyarakat Adat Amanuban beserta Hak-Hak Purba-nya atau hak-hak tradisionalnya dengan mengambil segala resiko yang ada.
" Intinya kami tidak akan tinggal diam ketika hak tanah adat kami hendak diambil dengan cara- cara yang tidak pantas, kami akan mempertahankan tanah kami apapun yang terjadi, kami tidak ingin Amanuban seperti Rempang," pungkas Pina.(*)
Editor : Sefnat Besie