Warga Noenasi–Fatutasu Rencanakan Ajukan IPR, ESDM TTU Beberkan Prosedurnya

*Sefnat Besie*
Ewaldetrudis Sikas, ST, Kepala Cabang Dinas ESDM TTU. Foto: iNewsTTU.id/Sefnat

KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Rencana warga di wilayah Noenasi dan Fatutasu, Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), untuk mengajukan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) guna melakukan aktivitas dulang emas secara tradisional mendapat penjelasan dari Cabang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten TTU.

Kepala Cabang Dinas ESDM TTU, Ewaldetrudis Sikas, ST, menegaskan bahwa pengajuan IPR tidak bisa dilakukan secara langsung oleh masyarakat. Menurutnya, terdapat tahapan dan mekanisme yang wajib dilalui sesuai regulasi yang berlaku.

“Untuk IPR itu harus ada WPR (Wilayah Pertambangan Rakyat) terlebih dahulu. Sama seperti IUP, harus ada wilayahnya dulu, baru kemudian izin bisa diterbitkan,” jelas Ewaldetrudis.

Ia menerangkan, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kewenangan penetapan WPR berada pada pemerintah pusat, yakni Menteri ESDM.

“Prosedurnya, Bupati mengusulkan ke Gubernur, lalu Gubernur meneruskan ke Menteri. Setelah itu Menteri yang menetapkan WPR,” ungkapnya.

Setelah WPR ditetapkan, barulah masyarakat dapat mengajukan permohonan IPR, baik secara perorangan, kelompok, maupun koperasi, pada wilayah yang telah ditentukan tersebut.

Ewaldetrudis menjelaskan, satu kawasan WPR memiliki luas maksimal 100 hektare. Sementara untuk pengajuan IPR, luasan yang dapat diberikan berbeda-beda.

“Biasanya kelompok bisa sekitar 5 hektare, koperasi bisa sampai 10 hektare. Untuk perorangan masih kita lihat lagi perkembangan regulasinya,” katanya.

Selain itu, pengajuan IPR juga harus memenuhi sejumlah persyaratan, termasuk persetujuan masyarakat setempat serta dokumen lingkungan hidup. Oleh karena itu, proses perizinan tidak bisa dilakukan secara instan.

“Tidak bisa WPR ditetapkan lalu langsung orang ajukan dan langsung dapat IPR. Semua harus melalui proses,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menekankan perbedaan antara IPR dan IUP. Aktivitas pertambangan dengan IPR bersifat terbatas dan hanya menggunakan peralatan sederhana.

“IPR tidak boleh menggunakan alat berat. Untuk logam seperti emas, hanya boleh pakai linggis, pacul, dan alat tradisional lainnya,” jelas Ewaldetrudis.

Ia juga mengingatkan agar aktivitas penambangan tidak dilakukan di hulu sungai atau kawasan hutan lindung karena berisiko merusak lingkungan. Pemerintah mendorong penambangan dilakukan di bagian hilir yang relatif lebih aman.

“Tujuan IPR ini sebenarnya untuk melindungi masyarakat yang sudah lama menambang secara tradisional tetapi belum berizin, sekaligus menertibkan aktivitas penambangan agar aman dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Terkait maraknya penambangan tanpa izin, Ewaldetrudis mengakui kewenangan ESDM di sektor logam sangat terbatas karena menjadi kewenangan pemerintah pusat dan aparat penegak hukum. Meski demikian, ESDM tetap berperan dalam pembinaan teknis kepada masyarakat.

“Kami turun ke lapangan untuk memberi pembinaan, mengingatkan agar tidak menggali terowongan, tidak menambang di daerah rawan, dan tetap memperhatikan keselamatan,” pungkasnya.

Rencana pengajuan IPR oleh warga Noenasi dan Fatutasu diharapkan dapat menjadi solusi legal bagi penambang tradisional, sekaligus menjaga keselamatan dan kelestarian lingkungan di Kabupaten TTU.

 

 

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network