Suara dari Tanah Ulayat, Masyarakat Adat dan Mahasiswa Tolak Hibah Tanah untuk Yon TP

*Sefnat Besie
Suara dari Tanah Ulayat, Masyarakat Adat dan Mahasiswa Tolak Hibah Tanah untuk YonTP Foto ilustrasi (AI) iNewsTTU.id

KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Di tengah keseharian masyarakat Bikomi yang akrab dengan kebun, ladang, dan ritual adat, muncul sebuah suara yang menggema dari Sonaf Sanak. Suara itu datang dari para tetua adat, ditemani kelompok mahasiswa seperti GMNI dan PMKRI, yang bersama-sama menyatakan penolakan terhadap rencana hibah tanah Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) kepada TNI untuk pembangunan Batalion Teritorial di KM9.

Bagi mereka, tanah bukan sekadar lahan kosong. Tanah adalah warisan leluhur, tempat sejarah panjang masyarakat adat ditanamkan dan diwariskan lintas generasi. Karena itu, rencana pembangunan di atas tanah yang masih disengketakan dianggap sebagai ancaman terhadap identitas dan hak masyarakat adat.

Tanah yang Belum Tuntas, Hati yang Belum Tenang

Dalam rilis yang diterima iNewsTTU.id, masyarakat adat Sonaf Sanak bersama GMNI dan PMKRI menyampaikan keprihatinan bahwa proses hibah tanah ini berlangsung saat status lahan masih gelap—belum clear and clean. Di atas tanah inilah masyarakat adat sedang memperjuangkan haknya melalui jalur hukum.

“Kami sedang mencari keadilan. Tanah ini sedang disengketakan, bagaimana mungkin langsung dihibahkan?” ungkap salah satu tokoh adat dalam pernyataannya.

Mereka mengingatkan bahwa aturan negara, melalui UUPA dan Permen ATR/BPN, jelas memerintahkan agar setiap proses pertanahan ditunda jika objeknya sedang bersengketa.

Hibah Tanpa Suara Masyarakat

Para tokoh adat dan mahasiswa juga menilai bahwa proses hibah berlangsung tanpa melibatkan masyarakat adat sebagai pemilik ulayat. Padahal, dalam budaya Timor, setiap pengambilan keputusan besar selalu dimulai dengan duduk bersama dalam lingkaran pembicaraan adat.

“Setidaknya dengarkan dulu suara kami,” kata mereka, menekankan pentingnya dialog dalam menjaga harmoni.

Kekhawatiran Akan Konflik Sosial

Selain soal hukum, masyarakat adat dan mahasiswa takut jika pembangunan Batalion di KM9 justru menjadi pemicu gesekan sosial. Mereka menginginkan pembangunan yang tidak mengorbankan warga lokal dan tidak memecah persaudaraan.

Bagi mereka, pembangunan harus membawa kesejahteraan, bukan kegelisahan.

Harapan Akan Perlindungan yang Lebih Kuat

Di tengah semua dinamika ini, mereka menyuarakan satu harapan besar: agar negara segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat. Bagi mereka, RUU ini adalah payung hukum yang mampu memastikan tanah ulayat mendapat perlindungan yang layak.

Seruan yang Mengalir dari Sonaf ke Kampus

Berbagai organisasi mahasiswa yang turut menyuarakan penolakan ini menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan soal menolak kehadiran TNI, melainkan memastikan hak-hak masyarakat dihormati. Mereka menekankan bahwa setiap pembangunan harus berpijak pada prosedur yang benar dan rasa keadilan.

Empat Seruan Utama Masyarakat Adat dan Mahasiswa

Hentikan proses hibah tanah yang masih bersengketa

Hentikan rencana pembangunan Batalion di KM9

Segera sahkan RUU Masyarakat Adat

Hormati hak ulayat dan kelestarian lingkungan hidup

Germas PMKRI Cabang kefamenanu Yohanes Niko Seran Sakan berharap bahwa di sela perjalanan panjang mencari keadilan, masyarakat adat Bikomi dan para mahasiswa berharap pemerintah membuka ruang dialog. Bagi mereka, menjaga tanah ulayat berarti menjaga napas kehidupan dan identitas.

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network