KUPANG,iNewsTTU.id-- Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Program Kemitraan Australia–Indonesia untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA) semakin memantapkan langkah strategis untuk memperkuat implementasi Satu Data Indonesia (SDI). Upaya ini dipandang sebagai fondasi penting untuk memastikan tata kelola pembangunan di NTT berjalan efektif, tepat sasaran, serta berkelanjutan.
Fokus utama dari sinergi ini adalah percepatan penanggulangan kemiskinan dan stunting. Pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan di NTT dari 18,60% pada 2025 menjadi 10,71% di 2029. Target ini bukan perkara mudah mengingat tantangan geografis, keterbatasan akses layanan dasar, serta infrastruktur yang masih timpang. Karena itu, sistem data yang terpadu diyakini menjadi kunci intervensi pemerintah yang lebih efisien, transparan, dan tepat sasaran.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki, menegaskan pentingnya tata kelola data yang terintegrasi.
“Tata kelola data yang baik adalah fondasi dari kebijakan pembangunan yang efektif. Melalui Satu Data Provinsi NTT dan kerangka Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN), setiap keputusan berbasis bukti sehingga dampaknya maksimal bagi masyarakat,” ujar Maliki.
NTT sendiri menjadi salah satu provinsi pelopor integrasi tiga basis data nasional: Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), P3KE, dan Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek). Integrasi ini telah menunjukkan dampak nyata: 24.560 keluarga menerima intervensi penanggulangan kemiskinan dan 9.270 individu memperoleh manfaat program pencegahan stunting, sebagian dibiayai melalui Dana Insentif Fiskal (DIF).
Maliki juga menyinggung perlunya sistem graduasi agar masyarakat yang sudah mampu tidak lagi bergantung pada bantuan sosial.
“Kalau ekonomi keluarga sudah membaik, anak-anak lulus sekolah, dan punya pekerjaan, mestinya bantuan sosial bisa dilepas. Masyarakat harus diberi ruang untuk mandiri melalui akses pendidikan, pelatihan kerja, maupun kewirausahaan,” jelasnya.
Kepala Bapperida NTT, Alfonsius Theodorus, menegaskan komitmen daerah untuk mendukung kebijakan Satu Data Indonesia.
“Ini bukan hanya mandat nasional, tapi kebutuhan daerah. Tanpa data yang valid, kita sulit merencanakan pembangunan yang tepat sasaran,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Pemprov NTT tengah menyiapkan Portal Sasando, sebuah pusat ekosistem data terintegrasi yang akan memudahkan pencarian, pemanfaatan, dan analisis data baik oleh pemerintah maupun publik.
Sasando dirancang untuk:
- mendukung tujuh pilar pembangunan daerah,
- mengintegrasikan data lintas OPD,
- terhubung dengan portal data nasional,
- serta menjadi wadah bagi-pakai Data Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
Melalui validasi data hingga tingkat kecamatan dan desa, pemerintah berharap informasi yang dihimpun benar-benar mencerminkan kondisi nyata di lapangan.
Dalam forum diskusi, Alfonsius juga menyoroti kebutuhan sektor riil yang mendesak, terutama air untuk pertanian, mengingat hampir 40% pertumbuhan ekonomi NTT disumbang sektor pertanian.
“Kalau air tidak tersedia, maka pertanian lumpuh. Padahal mayoritas masyarakat NTT bergantung pada pertanian. Karena itu, data yang kita bangun harus bisa mengarahkan intervensi pada prioritas paling mendesak,” tegasnya.
Selain itu, validasi data di tingkat desa masih menghadapi tantangan, mulai dari intervensi politik lokal hingga ketidakakuratan pendataan. Karena itu, NTT bersama BPS dan Kementerian Sosial terus memperkuat kapasitas desa dalam memperbarui data secara berkala.
Dukungan Program SKALA: Data untuk Layanan Dasar
Team Leader Program SKALA, Petra Karetji, menegaskan bahwa program ini bukan LSM, melainkan kemitraan strategis antara Indonesia dan Australia. SKALA hadir untuk memperkuat sistem data dan mendorong pemerintah agar lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
“Pengalaman kami menunjukkan, ketika data masyarakat sipil masuk ke dalam proses perencanaan pemerintah, kebijakan menjadi lebih inklusif. Karena itu, SKALA mendorong agar data benar-benar dimanfaatkan untuk menentukan jenis layanan dasar yang paling dibutuhkan, termasuk akses air bersih dan pendidikan,” jelas Petra.
Dengan dukungan Bappenas, Pemprov NTT, dan mitra pembangunan, implementasi Satu Data NTT diharapkan menjadi model nasional. Pendekatan ini menegaskan bahwa digitalisasi data bukan sekadar proyek teknologi, tetapi strategi pembangunan berkelanjutan yang berpihak pada masyarakat paling rentan.
Melalui tata kelola data yang akurat, transparan, dan berbasis bukti, NTT optimis bisa menurunkan kemiskinan secara signifikan, menekan angka stunting, serta mendorong kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait