KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Sengketa tanah warisan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), NTT kini memasuki jalur hukum setelah kuasa hukum Penggugat, Dominikus Gervandy Boymau, mendampingi kliennya, Stefanus Atok, yang merupakan Kepala Veteran untuk Daratan Timor.
Penggugat (Stefanus Atok) menggugat sejumlah pihak terkait sengketa tanah yang melibatkan Kepala Kepolisian Resort TTU, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten TTU, serta beberapa individu terkait.
Dominikus Gervandy Boymau, selalu Penasehat hukum persoalan ini menerangkan bahwa Sengketa ini berawal dari klaim Penggugat yang merupakan keturunan dari suku Mayor.
Ia menceritakan, Penggugat memiliki dua objek tanah dengan luas sekitar 188.776 m², yang terletak di Dusun 1, RT/RW 001/001, Desa Boronubaen Timur, Kecamatan Biboki Utara, Kabupaten TTU.
Tanah ini terdiri dari bagian Barat yang kini telah dibangun fasilitas Polsek Biboki Utara, serta bagian Timur yang digunakan untuk bangunan Kepala Kepolisian Sektor Biboki Utara dan beberapa individu yang terkait.
Menurut keterangan Penggugat, tanah tersebut telah diserahkan kepada Polsek Biboki Utara pada tahun 1963 untuk dijadikan markas Dandis (sebutan untuk institusi kepolisian di tingkat kecamatan pada masa itu).
"Penyerahan tanah tersebut terjadi setelah adanya kesepakatan dengan tokoh adat dari suku Asuri untuk menyerahkan tanah seluas 10.000 m² untuk kepentingan pembangunan kantor Dandis, (polsek),"ungkapnya
Namun, kata Boimau, sejak tahun 1983, Polsek Biboki Utara diduga telah menguasai sebagian besar tanah milik suku Mayor secara diam-diam tanpa izin, termasuk pembangunan fasilitas permanen seperti asrama dan lapangan Polsek.
Dia kisahkan, Pada tahun 2014, Polsek Biboki Utara diduga kembali menguasai tanah tanpa hak dan mengklaim beberapa objek tanah untuk keperluan kantor dan fasilitas lainnya.
Menurutnya, Penggugat yang mengetahui hal ini melakukan pembersihan dan perbaikan makam leluhur mereka di tanah bagian Timur, yang kemudian memicu perselisihan dengan pihak Polsek.
Dalam penelusuran lebih lanjut, Penggugat mengetahui bahwa Polres TTU cq Polsek Biboki Utara telah mengajukan pendaftaran tanah untuk memperoleh Sertifikat Hak Pakai (SHP) atas objek tanah yang menjadi sengketa.
Sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 2014 dan 2015 dengan mencakup bagian Barat yang digunakan oleh Polsek dan bagian Timur yang digunakan untuk asrama dan lapangan Polsek.
" Tindakan ini dilakukan tanpa pemberitahuan atau izin dari Penggugat, yang kemudian memutuskan untuk membawa kasus ini ke jalur hukum,"tegas Boymau kepada sejumlah wartawan, Rabu, (12/2)
Penggugat menilai bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Polsek Biboki Utara dan pihak terkait adalah bentuk pelanggaran hukum yang merugikan mereka sebagai pemilik sah tanah tersebut.
Mereka beralasan bahwa pendaftaran tanah yang dilakukan tanpa hak dan izin merupakan perbuatan melanggar hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang mengharuskan pihak yang melakukan perbuatan melanggar hukum untuk mengganti kerugian yang timbul akibat perbuatannya.
Pihak Penggugat berharap agar melalui jalur hukum, hak atas tanah warisan mereka dapat dipertahankan dan sertifikat yang diterbitkan atas tanah milik mereka dapat dibatalkan.
Mereka juga menyoroti mekanisme pendaftaran tanah di Indonesia yang mengharuskan bukti kepemilikan yang sah jika ada pihak yang menggugat hak atas tanah tersebut.
Sengketa ini akan terus berlanjut di pengadilan untuk mencari keadilan bagi para pihak yang terlibat, sementara publik terus menunggu perkembangan lebih lanjut terkait penyelesaian sengketa tanah warisan ini.
Editor : Sefnat Besie