Terlebih lagi jabatan seorang Bupati dan wakil Bupati yang akan memimpin ratusan ribu manusia yang juga jemaat Allah maka dia harus lebih setia dan takut akan TUHAN. Oleh karena itu kami meminta kepada masyarakat untuk berdoa dan memilih dengan hikmat TUHAN guna mendapatkan pemimpin yang dikenan TUHAN;
3. Bahwa persoalan yang paling genting sekarang ini yang dihadapi oleh masyarakat Kabupaten TTS adalah penetapan Kawasan Hutan Laob Tumbesi yang sangat merugikan masyarakat baik di wilayah Mollo, Amanuban dan Amanatun yang mana staf dari Kementerian Kehutanan RI sejak beberapa tahun lalu keluar masuk beberapa desa-desa dan mengklaim tanah-tanah masyarakat, permukiman dan kebun masyarakat yang berada di 115 desa dari wilayah Mollo hingga Amanatun Utara dan Selatan. Bahwa kami Perkumpulan Masyarakat Hukum Adat Amanuban telah memperjuangkan pemulihan hak tanah masyarakat selama satu tahun terakhir dan kami menemukan fakta-fakta sebagai berikut:
a. Bahwa dasar penetapan Kawasan Hutan Laob Tumbesi ini telah berlangsung lama dan merupakan usulan Bupati TTS Piet A Tallo, SH yang melalui program Padu Serasi (1983) telah mencampur adukkan tanah-tanah rakyat serta menggabungkan 15 titik Hutan Adat (Kio) yang terbentang dari Laob - di kerajaan Mollo hingga Desa Toi Nifuleo di kerajaan Amanatun dimana melewati wilayah dan tanah-tanah di kerajaan Amanuban. Hutan-hutan adat ini semula hanya seluas 100-200 hektar namun pada tahun 1983 melalui usulan yang memasukan tanah-tanah rakyat menjadi suatu bentangan yang sangat luas hingga ratusan ribu hektar sesuai usulan dari Bupati Kepala Daerah DATI II tahun 1983 merupakan landasan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 89/Kpts-II/1983 tanggal 2 Desember 1983. Ini mengakibatkan masuknya tanah-tanah masyarakat disekitar 15 titik hutan ini menjadi satu kawasan hutan yang disebut Kawasan Hutan Produksi Tetap Laob Tumbesi yang kini menjadi dasar kepemilikan tanah oleh Kementerian Lingkungan hidup dan kehutanan Republik Indonesia.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait