KUPANG,iNewsTTU.id-Semarak Pemilihan Kepala Daerah di NTT sedang bergerak menuju puncaknya yakni pelaksanaan pemungutan suara tanggal 27 November 2024. Nyaris tiada hari dan tempat tanpa pembicaraan politik. Semua orang sepertinya mampu menjadi analis politik sesuai dengan tingkat pengetahuan masing-masing. Pilkada memang menarik untuk dibicarakan karena akan bermuara pada pemimpin yang diharapkan membawa kebaikan bagi masyarakat.
Para calon Kepala Daerah sudah mulai “mengumbar janji dan program” serta melakukan sosialisasi diri. Bagi pemilih, masa kampanye ini mestinya menjadi momentum yang sangat penting untuk mencermati visi dan misi seorang calon kepala daerah. Walaupun harus diakui bahwa ada kecenderungan pemaparan visi dan misi pada masa pilkada hanya terkesan “formalitas”, tetapi setidaknya melalui konsep berpikir para calon, masyarakat mengetahui kecerdasan seseorang untuk membawa daerah dan masyarakatnya ke arah lebih baik.
Salah satu visi yang idealnya ada dalam benak calon kepala daerah mendatang ialah penggunaan energi baru terbarukan/ EBT. Mencermati situasi nasional dan dunia terutama terkait dengan ketersediaan energi, maka visi penggunaan energi baru terbarukan mestinya menjadi salah satu hal serius dan menjadi prioritas. Indonesia saat ini sebenarnya sudah masuk dalam kategori darurat energi. Ungkapan “ Indonesia Darurat Energi” dikatakan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto saat peluncuran buku Perspektif, Potensi dan Cadangan Energi Indonesia di Jakarta 25 September 2018 (Kompas, 18 Juni 2023).
Energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik. Sumber daya alam energi terbarukan meliputi panas bumi, sinar matahari, angin dan aliran dan terjunan air (Wikipedia).
Data Kementerian ESDM tahun 2023 mestinya menyadarkan pemimpin kita akan pentingnya optimalisasi energi baru terbarukan. Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia tahun 2022 masih 12,3 persen, padahal targetnya sebesar 15 persen. Penggunaan minyak bumi dan batu bara masih mendominasi.
Pemanfaatan EBT untuk listrik baru 0,34 persen atau belum mencapai satu persen, sementara potensinya 12,63 Giga Watt. Ketergantungan penggunaan energi di Indonesia terhadap minyak bumi masih 32,2 persen. Sementara ketergantungan pada batu bara 37,2 persen, dan gas 18,9 persen. Konsumsi BBM kini mencapai 1,5 juta barel per hari. Sedangkan ladang-ladang minyak hanya mampu berproduksi 700 ribu-800 ribu barel per hari. Cadangan devisa untuk membeli BBM itu sekitar Rp140 triliun, sedangkan subsidi energi tahun 2022 mencapai Rp502 triliun (RRI.co.id, 14 November 2023).
Dampak negatif yang mengancam penghuni planet ini dari dominannya penggunaan energi fosil ini ialah pencemaran udara. Emisi karbon dioksida (CO2) global dari bahan bakar fosil terus meningkat dengan angka kenaikan pada 2023 sebesar 1,1%. Emisi tersebut mencetak rekor, dengan torehannya sebesar 36,8 miliar ton (The Conversation, 11 Desember 2023). Dari gambaran diatas bisa disimpulkan betapa pentingnya visi seorang pemimpin untuk merubah komposisi penggunaan energi fosil ke energi baru terbarukan.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait