Sedangkan masyarakat yang hanya mau menggunakannya dalam periode tertentu, maka bisa dengan hak pakai 35 tahun dan bisa diperpanjang. Sebenarnya di seluruh TTS bukan hanya 45 Desa seperti yang bapa-bapa tahu tapi ada 115 Desa yang masuk kawasan hutan Laob Tunbes dan ini memang besar sekali," tambahnya.
Kris Koenunu, salah satu pejabat PKH Kehutanan menjelaskan “memang betul dalam peta Belanda itu hanya ada 15 titik hutan atau kelompok hutan yang kecil-kecil. Pada tahun 1983, untuk kepentingan peningkatan status dari Kepala Daerah Tingkat II TTS menjadi Daerah Otonom Kabupaten TTS, maka harus memenuhi syarat 30% kawasan hutan.
Maka Bupati saat itu pak Piet A. Tallo mengusulkan kepada Pemerintah Pusat agar 15 titik hutan yang terbentang dari Laob di Mollo Selatan ke wilayah Amanuban ini digabung-gabungkan dan konsekwensinya seluruh tanah-tanah masyarakat yang ada disekitar titik-titik hutan ini dimasukan sebagai kawasan hutan Laob Tumbesi," jelasnya.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi II DPRD TTS, Semuel D.Y Sanam menyampaikan apresiasi atas kedatangan warga Amanuban terkait isu hak masyarakat ini dan berjanji akan mencari jalan keluar atas masalah hutan adat tersebut.
" Kami sangat mengapresiasi kedatangan masyarakat adat Amanuban terkait kehutanan ini dan memang ini adalah isu yang sangat penting berkaitan dengan hak hidup rakyat. Kami ada di pihak rakyat untuk mempertahankan hak-haknya oleh karena itu kami juga mengundang PKH pak Fobia untuk kita bisa mencapai suatu jalan keluar yang baik bagi masyarakat” kata Ketua Komisi II DPRD TTS.
Hal ini juga disambut baik oleh Anggota komisi II lainnya Imanuell Ollin.
“Saya sudah banyak berkeliling seluruh Amanuban dan saya tahu bahwa di Amanuban tidak ada hutan dan kalau ada itu hanya sedikit sekali dan ini berbeda dengan di Mollo. Jadi jelas masyarakat Amanuban kaget dengan fakta bahwa tanah mereka sudah masuk kawasan hutan jadi kami mendukung hak-hak masyarakat Amanuban," ujarnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait