Berpengalaman di Jateng, Rencana konkret Ganjar Jadikan Indonesia Lumbung Pangan Dinantikan

Seth Besie
Berpengalaman di Jateng, Rencana konkret Ganjar jadikan Indonesia Lumbung Pangan Dinantikan. Foto ist

JATENG, iNewsTTU.id--Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso meminta bakal calon presiden (bacapres) Ganjar Pranowo menyusun program terperinci untuk membangun ketahanan pangan nasional. 

Menurut Andreas, strategi Ganjar terkait pangan yang diungkap dalam sejumlah forum publik masih sekadar retorika. 

"Siapa pun nanti presidennya memiliki tugas penting untuk menggenjot produksi pangan karena ketimpangan antara yang kita ekspor dan impor itu semakin melebar. Ada beberapa hal yang teramat penting yang jarang disentuh," ucap Andreas saat dihubungi, Senin (25/9/2023).

Dalam forum kebangsaaan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), belum lama ini, Ganjar mengungkap tiga strategi utama untuk meningkatkan ketahanan pangan. 

Pertama, aktivasi birokrasi untuk memantau ketersediaan suplai dan permintaan. Kedua, menggenjot sentra produksi bahan pokok. Ketiga, menyeimbangkan neraca ekspor-impor pangan.

Andreas menilai strategi-strategi itu perlu dielaborasi lebih rinci. Secara khusus, ia menyoroti niat Ganjar menggenjot sentra produksi bahan pokok. Menurut dia, hingga kini belum ada presiden yang sukses menggenjot produksi sehingga Indonesia memiliki kedaulatan pangan. 

Salah satu indikasi, kata Andreas, ialah impor gandum yang terus membengkak dari tahun ke tahun. "Total kebutuhan pangan kita sekitar 28% itu gandum. Perhitungan saya, di usia seratus tahun Indonesia merdeka, impor pangan kita hampir 50% nanti bisa tergantikan gandum," kata Andreas.

Diversifikasi pangan ke gandum itu, lanjut Andreas, tak menguntungkan bagi masyarakat. Pasalnya, harga gandum semakin lama semakin mahal. Rata-rata harga gandum dunia hingga akhir kuartal II-2022 berada di kisaran US$392,4 per ton atau setara dengan Rp5,8 juta. 

"Pergeseran dari beras ke gandum persoalan serius yang harus diselesaikan. Di tahun 1970-an, persentase pangan gandum hanya 4 %. Tahun 2010 itu sudah 18,3%. Tahun 2021 kemarin itu sudah 28 persen," ucap Andreas.

Andreas juga mempertanyakan langkah-langkah konkret Ganjar untuk menyeimbangkan neraca impor-ekspor pangan. Tak hanya gandum, saat ini Indonesia juga mengimpor sejumlah komoditas pangan penting untuk memenuhi kebutuhan domestik. 
 
"Gandum 100% impor, kedelai 70% impor, dan gula 70% kita impor.  Setiap presiden pasti, entah apa namanya, mendorong swasembada pangan atau pajale (padi, jagung, dan kedelai). Tapi, apa hasilnya? Semakin lama impor kita semakin tinggi. Itu yang terjadi," kata Andreas.

Editor : Sefnat Besie

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network