Kepala Subkoordinator Perencanaan Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Memed Jamhari menjelaskan bahwa pertanian ramah lingkungan perlu menjadi semangat dalam bertani.
Dalam hal ini, praktik pertanian ramah lingkungan dapat dilakukan mulai dari hal-hal sederhana.
"Misalnya bagaimana mengganti pupuk kimia yang saat ini mahal dengan pupuk organik. Kita bisa memanfaatkan ternak untuk pupuk organik. Ternak di NTT hampir ada di setiap rumah tangga," paparnya.
Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Kupang, Christofel Pasole melihat bahwa, perbaikan NTT ke depan harus dimulai dari pertanian.
Pertanian memiliki posisi sentral dalam kehidupan, sehingga pertanian berbasis ramah lingkungan perlu menjadi perhatian.
"Makan minum rumah tangga harus sehat. Kita yang menanam untuk kebutuhan sendiri pun harus sehat. Kuncinya, bertani harus berlandaskan pada kepedulian ekologi, ramah lingkungan, tidak merusak tanaman," jelas Christofel.
Peneliti Ahli Madya Biro Organisasi dan Sumber Daya Manusia Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Bernardus De Rosari menerangkan pertanian ramah lingkungan adalah praktik usaha pertanian yang tidak merusak alam/lingkungan, baik lingkungan biotik, abiotik, ataupun kehidupan manusia.
Praktik usaha pertanian ini menjadi penting karena menerapkan unsur ekologi. Pertanian berkelanjutan harus dipraktekkan oleh petani rakyat dan didukung oleh negara.
"Kita tidak bisa lagi tidak memerhatikan lingkungan. Usaha pertanian pun harus menerapkan konsep keberlanjutan," tutupnya.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait