Tungku Hemat Energi, Solusi Kreatif Pemuda TTU Hadapi Krisis Energi

KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Sebuah inovasi sederhana yang berpotensi memberikan dampak besar bagi lingkungan dan ekonomi masyarakat, kembali diperkenalkan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur. Sebagai upaya menghadapi kelangkaan energi dan menjaga lingkungan, RedR Indonesia bersama Yayasan Amnaut Bife Kuan (Yabiku) menggelar pelatihan pembuatan tungku sehat dan hemat energi.
Pelatihan ini diikuti oleh 30 pemuda di Kelurahan Tububue, Kecamatan Kota Kefamenanu. Tungku yang diajarkan dirancang untuk meminimalkan penggunaan kayu bakar, gas, maupun minyak tanah. Bahan-bahannya mudah didapat dan proses pembuatannya pun sederhana.
Sahid Kadir, perwakilan dari Remaja Masjid Nurul Falah Kefamenanu, menilai tungku ini sebagai solusi yang sangat tepat di tengah kondisi energi saat ini.
"Tungku model ini sangat hemat kayu bakar, apalagi di masa sekarang bumi kita lagi krisis energi fosil. Ini solusi bagus bagi masyarakat," ujarnya.
Keunggulan tungku ini juga diakui oleh Mama Novi, seorang warga Kelurahan Benpasi. Ia mengaku optimistis bisa membuat tungku tersebut sendiri di rumah.
"Setelah lihat prosesnya, saya yakin bisa bikin sendiri di rumah. Tungku ini hemat kayu bakar tapi bisa dipakai masak beberapa jenis makanan sekaligus, sangat membantu ibu-ibu di dapur," ungkapnya.
Menurut fasilitator pelatihan, Syahri Ramadhan, tungku ini bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga, tetapi juga bisa menjadi peluang usaha.
"Selain untuk dipakai sendiri, tungku ini bisa dibuat banyak untuk dijual. Ada empat jenis tungku yang kita perkenalkan," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Yabiku, Maria Filiana Tahu, menjelaskan kerja sama ini berangkat dari permasalahan tungku tradisional tiga batu yang masih banyak digunakan masyarakat.
Posisi memasak yang harus jongkok, boros bahan bakar, serta menghasilkan asap pekat di dapur menjadi persoalan serius bagi kesehatan, ekonomi, lingkungan, dan terutama peran ganda perempuan.
“Pembakaran yang tidak efisien menyebabkan pemborosan kayu bakar, sementara paparan asap berisiko menimbulkan penyakit ISPA. Selain itu, eksploitasi kayu bakar berlebih turut mendorong kerusakan hutan dan perubahan iklim,” jelas Maria.
Editor : Sefnat Besie