get app
inews
Aa Text
Read Next : Senyum Marhelo dan Berkah MBG Kisah Siswa SD di Pedalaman Pulau Timor

Mengurai Ironi, Perangkat Desa TTU Antara Tuntutan Profesionalitas dan Ketidakpastian Status

Rabu, 25 Juni 2025 | 21:22 WIB
header img
Mengurai Ironi, Perangkat Desa TTU Antara Tuntutan Profesionalitas dan Ketidakpastian Status. Foto: Ilustrasi

KEFAMENANU, iNewsTTU.id – Di balik seragam rapi yang mereka kenakan, para perangkat desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) menyimpan kisah getir tentang ketidakpastian status dan beban kerja yang melampaui batas. Mereka, sebagai garda terdepan pelayanan masyarakat, merasa didandani seperti Aparatur Sipil Negara (ASN), namun diperlakukan layaknya buruh sistem tanpa kejelasan hak dan masa depan.

Beban Kerja Tanpa Batas dan Minim Jaminan

Sehari-hari, perangkat desa di TTU dituntut untuk "berkantor" selama 8 hingga 24 jam. Bahkan, di hari libur sekalipun, panggilan tugas tak mengenal waktu. Lima hari kerja efektif sepekan hanyalah ilusi, karena faktanya mereka bekerja nyaris tanpa henti. Mereka diwajibkan mengikuti ritme dan sistem kerja ASN, mulai dari pelaporan tepat waktu, pengarsipan, pelayanan masyarakat, hingga pelaksanaan program pemerintah pusat dan daerah.

"Kami wajib mengikuti ritme dan sistem kerja ASN, pelaporan tepat waktu, pengarsipan, pelayanan masyarakat, bahkan pelaksanaan program pemerintah pusat dan daerah," ungkap Ketua Persatuan Perangkat Desa Indonesia Timor Tengah Utara, Primus Feka, saat dihubungi wartawan, Rabu (25/6/2025).

Ancaman Tes Ulang Setelah Bertahun-tahun Mengabdi

Ironi ini semakin diperparah dengan kebijakan terbaru. Baru-baru ini, seluruh perangkat desa se-TTU mendapatkan informasi bahwa SK pengangkatan dan berita acara perekrutan mereka diwajibkan untuk dicek ulang. Yang lebih memprihatinkan, perangkat desa yang sudah mengabdi belasan tahun harus dipaksa mengikuti tes perangkat desa ulang.

"Kami yang sudah mengabdi belasan tahun, harus mengikuti tes perangkat desa ulang," keluh Primus Feka. Padahal, aturan mengenai wajib tes perekrutan perangkat desa baru keluar tahun kemarin. Ini menjadi pukulan berat bagi mereka yang telah lama mengabdi tanpa kejelasan status.

Suara Perangkat Desa: Harapan Akan Keadilan dan Kepastian

Perangkat desa bukan sekadar mesin birokrasi. Mereka adalah manusia, punya keluarga, dan layak diperlakukan dengan adil serta bermartabat. Situasi ini dinilai sebagai bentuk "kerja paksa terselubung" yang dibungkus rapi dengan istilah "pengabdian".

"Ini bukan untuk menggugat, tetapi mengetuk hati para pemangku kebijakan, berikan kejelasan status, jaminan kerja yang manusiawi, dan perlindungan sebagaimana layaknya seorang abdi negara," harap Primus.

Ia menambahkan bahwa di era ini, perangkat desa adalah pekerja tangguh dalam struktur pemerintahan paling bawah. Namun, kenyataannya sangat kontras dengan pengabdian mereka. "Walaupun asap harus mengepul setiap hari tetapi kami digaji 3 bulan sekali bahkan sampai 6 bulan sekali," kisahnya.

Mereka menyuarakan harapan agar pemerintah daerah tidak hanya menuntut loyalitas tinggi, tetapi juga memberikan kepastian masa depan. Saat ini, yang mereka rasakan adalah pengabdian tanpa penghargaan, tugas tanpa perlindungan, dan kerja keras tanpa kepastian, sebuah ironi yang terjadi di tanah mereka sendiri.

 

 

Editor : Sefnat Besie

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut