get app
inews
Aa Text
Read Next : Fakta Baru Dugaan Mafia Tanah : Kades Dibayar Rp300 Ribu dan Bir untuk Tanda Tangan Pelepasan Tanah

Sengketa Tanah di SBD, antara Nuria Haji Musa dan Hugo Kalembu Diduga Libatkan Mafia Tanah

Minggu, 23 Februari 2025 | 21:00 WIB
header img
Landscape Tanah Sengketa, Insert : Nuria Haji Musa (kiri) dan Hugo Kalembu ( Kanan). Foto : Kolase

SUMBA BARAT DAYA,iNewsTTU.idSengketa tanah seluas 7,5 hektare di Kabupaten Sumba Barat Daya, antara Hugo Kelambu dan seorang warga bernama Nuria Haji Musa kini berlanjut hingga ke Mahkamah Agung (MA).

Nuria Haji Musa mengklaim telah membeli tanah tersebut pada tahun 2016, namun saat sertifikat tanah terbit dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) setelah satu tahun, nama yang tercantum justru milik Hugo Kalembu.

Nuria menegaskan bahwa tanah yang dibelinya berjarak sekitar 1,7 km dari tanah milik Hugo Kalembu. Namun, dalam proses hukum yang berjalan, sertifikat kepemilikan menjadi perdebatan utama.

"Saya beli tanah itu tahun 2006, pembayaran lunas di 2012. Setelah itu kami lakukan pengukuran bersama pihak desa dan kecamatan, karena di Sumba, tanpa pelunasan tidak bisa dilakukan pengukuran," ungkap Nuria, Minggu (23/2/2025).

Setelah pelunasan, ia mendekati kepala desa dan camat untuk mengurus pelepasan hak secara adat. "Kami kumpul suku, sekitar 50 orang dari keluarga Wayengo. Pelepasan tanah dilakukan resmi di kantor Kecamatan Kodi Utara. Setelah semuanya lengkap, kami bersama pemilik tanah menuju kantor pertanahan," jelasnya.

Pihak pertanahan meminta waktu tiga hari sebelum turun ke lokasi. Nuria membeli delapan pilar batas tanah, membiayai transportasi petugas, dan turut serta dalam pengukuran di lapangan. "Waktu pengukuran, kami tidak ada kendala sama sekali. Semua aman, tidak ada protes, tidak ada satu batu pun yang dilempar," tambahnya.

Setelah pengukuran, Nuria melapor kembali ke kecamatan dan desa untuk memastikan dokumen pelepasan tanah lengkap. Tidak ada perlawanan dari pemilik tanah maupun suku lainnya.

"Pemilik aslinya adalah Bapak Petrus Pati Kambeka, yang menerima pembayaran penuh dari saya. Dia sendiri mengakui bahwa tanah itu sah milik saya," ujar Nuria. Namun, masalah mulai muncul saat Nuria menunggu sertifikat tanah keluar.

Setelah bertahun-tahun, sertifikat itu justru terbit atas nama orang lain, yang disebutnya memiliki hubungan dengan seorang mantan anggota DPRD Provinsi bernama Hugo Kelembu.

"Saya kaget! Tanah saya diukur lagi secara diam-diam, tanpa sepengetahuan saya dan pemilik sah," ujar Nuria.

Menanggapi hal ini, Hugo Kalembu pada media ini Minggu (23/2/2025) menyatakan bahwa dirinya menyerahkan sepenuhnya perkara ini kepada proses hukum.

"Tanah ini sudah masuk ranah pengadilan. Saya menunggu proses hukum, karena semuanya akan diputuskan di sana, jika Nur memiliki dokumen yang sah, silakan dibuktikan, Saya juga memiliki dokumen yang akan saya ajukan. Jika saya memiliki bukti lebih kuat, tentu saya yang menang. Kita pasrah saja pada proses hukum," ujar Hugo via panggilan seluler.

Lebih lanjut, Hugo menegaskan bahwa persoalan ini tidak perlu diperlebar ke media, mengingat sudah dalam mekanisme hukum yang berlaku.

"Seharusnya kita menunggu putusan hukum tanpa perlu membawanya ke media Ketika ada upaya mediasi dan mereka ingin menghadirkan wartawan, saya memilih tidak hadir karena ini sudah menjadi ranah pengadilan, Jangan sampai menimbulkan kesalahpahaman dan biarkan proses hukum berjalan sesuai aturan," tegasnya.

Menanggapi hal ini Meki Nona, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Patriot Pejuang Bangsa NTT, menyoroti adanya dugaan mafia tanah dalam kasus ini. la menegaskan bahwa pengukuran tanah yang dilakukan pada 2012 seharusnya tidak bisa dibatalkan tanpa prosedur hukum yang sah.

Meki Nonna juga mengungkapkan bahwa dirinya berbicara bukan hanya sebagai bagian dari keluarga, tetapi juga sebagai seorang aktivis sosial dan pemerhati hukum. la menegaskan bahwa kasus ini perlu mendapatkan perhatian lebih karena menyangkut hak kepemilikan yang sah.

"Kami melihat adanya indikasi kuat keterlibatan mafia tanah dalam penerbitan sertifikat ini. Jika benar ada pengukuran awal pada 2012 dan tidak ada pembatalan resmi, maka pengukuran ulang seharusnya tidak boleh dilakukan," tegas Meki Nonna.

 

Meki juga mengatakan sering kali penguasa merugikan masyarakat kecil. Oleh karena itu, Meki Nona menegaskan bahwa negara harus hadir untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan.

"Jika negara tidak hadir dalam menyelesaikan persoalan ini, maka keadilan hanya akan menjadi ilusi bagi masyarakat," tegasnya.

Saat ini, kasus tersebut masih bergulir di meja hijau dan masyarakat menanti kejelasan hukum atas tanah yang sudah mereka perjuangkan selama bertahun-tahun. Akankah keadilan berpihak kepada rakyat kecil?.
 

 

Editor : Sefnat Besie

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut