Soal Pembatasan Hari Rawat Pasien JKN, Ini Saran Kepala Ombudsman NTT

KUPANG,iNewsTTU.id- Pelayanan pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), khususnya terkait lamanya hari rawat pasien sering dikeluhkan pengguna layanan rumah sakit menyikapi hal itu Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton memberikan tulisannya, Selasa (18/2/2025) agar ada win- win solution dari masalah yang sering terjadi antara Rumah Sakit dan pasien.
Mungkin kita atau keluarga kita pernah sakit dan menjalani rawat inap di rumah sakit namun dalam kurun waktu tiga hari diminta pulang dengan indikasi medis pasien sudah dinyatakan stabil. Meski saat itu kita atau keluarga kita masih terpasang selang oksigen, masih diinfus dan belum bisa berjalan sendiri.
Pasien merasa belum pulih sehingga berharap bisa dirawat beberapa hari lagi di rumah sakit. Tak jarang pemulangan pasien seperti ini menimbulkan protes keras pasien dan keluarganya kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) atau manajemen rumah sakit. Sebab hal demikian oleh pasien dan keluarganya dianggap ‘pembatasan’ hari rawat, hal mana telah ditegaskan dalam janji layanan JKN bahwa tidak boleh ada pembatasan hari rawat pasien.
Tetapi apa daya seorang pasien, pemulangan pasien adalah kompetensi Dokter Penanggung Jawab Pasien berdasarkan indikasi medis, bukan berdasarkan perasaan dan kemauan pasien.
Komplain dan Harapan Pasien
Beberapa subsatansi laporan terkait lama waktu hari rawat pasien yang kerap disampaikan kepada Ombudsman RI Perwakilan Provinsi NTT adalah pertama; keluhan Pasien JKN terkait ‘pembatasan’ hari rawat inap pada pelayanan rumah sakit. Keluhan tersebut menjadi permasalahan berulang yang diinformasikan kepada Ombudsman pada Tahun 2024.
Kedua; Persetujuan pemulangan pasien rawat inap dari Dokter Penanggung Jawab Pasien diterbitkan terhadap Pasien JKN dalam kondisi terpasang alat bantu pernapasan dan pendarahan pasca operasi. Menurut pasien, kondisi ini tidak memungkinkan untuk dipulangkan.
Ketiga; terdapat upaya keberatan dari pasien/keluarga saat menerima pemberitahuan pemulangan/persetujuan DPJP, namun pasien tetap dipulangkan.
Editor : Sefnat Besie