Darius juga memaparkan sejumlah permasalahan klasik yang kerap terjadi setiap tahun pada saat penerimaan peserta didik baru, khusus di sekolah-sekolah negeri adalah pertama: Pelanggaran petunjuk tekhnis (Juknis) PPDB oleh sekolah meski Juknis tersebut ditetapkan dengan Peraturan gubernur. Pelanggaran didominasi oleh penambahan jumlah rombongan belajar (Rombel) melebihi ketentuan maksimal pada juknis yang menyebabkan pengalihfungsian beberapa ruangan aula dan laboratorium sebagai ruang kelas.
Kedua: pelaksanaan sistem pembelajaran double shift pada beberapa sekolah. Penambahan rombongan belajar yang tidak seimbang dengan ketersediaan ruang kelas juga berimbas pada jumlah siswa dalam satu rombel yang seharusnya maksimal 36 siswa menjadi 40 - 42 siswa per rombel. Sekolah-sekolah tersebut tidak lagi mengindahkan standar jumlah rombel dan jumlah siswa per kelas sebagaimana digariskan badan Standar Nasional pendidikan (BSNP).
Ketiga: adanya katabelece dari berbagai pemangku kepentingan yang ditujukan ke para kepala sekolah atau panitia PPDB agar menerima calon siswa baru sebagaimana diminta tanpa mempertimbangkan persyaratan dan prosedur. Banyak siswa yang masuk sekolah usai masa orientasi siswa berlangsung. Akibat tekanan seperti ini, sejumlah sekolah menyiapkan rombel cadangan guna mengantisipasi banyaknya nota dinas yang diterima kepala sekolah. Keempat; Khusus aplikasi pendaftaran online, sistem pendaftaran tertutup hanya dalam waktu 15 menit.
Akibatnya banyak siswa yang bertempat tinggal di zonasi I dan II tidak bisa sekolah di sekolah terdekat dari rumahnya. Sistem online masih mudah dijebol atau diakali pihak tertentu yang berkepentingan untuk memasukan siswa diluar mekanisme dan prosedur. Kepala Ombudsman NTT berharap semua kritik dan saran lewat diskusi ini dapat menjadi referensi untuk memperbaiki sistem pendidikan di Flobamora.
Editor : Sefnat Besie