Sebelum surat perjuangan itu di kirim untuk pemerintah pusat dan DPR RI, Matius Ully terlebih dahulu bertemu dengan beberapa kepala daerah dan kepala BKD serta ketua DPRD propinsi NTT yang saat itu dijabat oleh Melkianus Adu, untuk berkoordinasi tentang berbagai keluhan dan nasib para honorer di NTT. Berbagai hasil diskusi itu yang membuat dia semakin termotivasi dan mendapat dukungan moral untuk gigih berjuang meskipun banyak tantangan seperti belum adanya regulasi yang dibuat untuk mengangkat para honorer secara cuma-cuma tanpa melalui tes atau seleksi.
Tetapi dalam pikiran awamnya, ia memiliki keyakinan bahwa berbagai aturan dan regulasi itu dibuat berdasarkan suatu kesepakatan dan bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas.
Namun tidak sia-sia perjuangan itu meskipun menguras tenaga, pikiran serta biaya yang bersumber dari kantong pribadi untuk berjalan kesetiap kabupaten dan kota yang ada dalam rangka menemui dan menghidupkan semangat juang para honorer. Perjuangan itu ternyata membuahkan hasil yang akhirnya dinikmati oleh seluruh honorer yang ada diwilayah kesatuan Republik Indonesia.
Perjuangan itu dijawab oleh pemerintah pusat dengan Edaran Menpan-RB nomor 5 tahun 2010 tertanggal 28 Juni 2010 yang ditujukan kepada pejabat pembina kepegawaian pusat dan pejabat pembina kepegawaian daerah.
Dalam edaran Menpan-RB ini, terdapat dua kategori honorer yang dibagi dalam Kategori satu (K1) dan Kategori dua (K2) sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam edaran tersebut.
Berdasarkan surat edaran Menpan-RB inilah sehingga pada masa pemerintahan Presiden SBY mengangkat 1 juta 70 ribu tenaga honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil secara cuma-cuma.
Disini terlihat dengan jelas bentuk keberpihakan kebijakan pemerintah pusat untuk memperhatikan setiap pengeluhan rakyat kecil pada masa kepemimpinan Presiden SBY. (*)
Editor : Sefnat Besie