Bila merujuk pada hukum tata negara positif atau sesuai dengan ketentuan Pasal 24 C Undang- Undang Dasar 1945, menurut Fauzan, keputusan MK lazimnya mesti diterima publik dan langsung berlaku tanpa upaya hukum.
Namun, proses hukum di MKMK membuka jalan untuk pembatalan putusan nomor 90. Jika mengutapakan aspek moralitas, Fauzan berkata, bisa saja MKMK mengesampingkan hukum tata negara yang selama ini berlaku di Indonesia.
"MKMK bisa menyatakan bahwa putusan yang diputus oleh hakim yang telah terbukti melanggar kode etik, putusannya tidak mengikat. Jika ini yang terjadi, maka akan ada dinamika hukum ketatanegaraan kita, dan pasti ini menimbulkan diskursus juga," kata Fauzan.
Fauzan mengatakan, MKMK bisa juga tidak membatalkan putusan nomor 90 meskipun hakim MK terbukti melanggar etika. Namun, ia berharap MKMK membuat terobosan dengan menetapkan putusan hakim yang terbukti melanggar kode etik bisa dibatalkan.
"Pembatalannya ada dua cara. Pertama, pembatalan oleh MK sendiri atas perintah MKMK. Kedua, oleh MKMK yang memeriksa dan memutus laporan adanya pelanggaran kode etik," kata Fauzan.
Editor : Sefnat Besie