Kasus Mokrianus Lay Dinilai Sarat Tekanan, Tim PH Siap Kawal Hingga Kejagung

Eman Suni
Mokris Lay (Kiri), Rian Kapitan (Kanan). Kamis(06/11/2025). Foto : Istimewa

KUPANG,iNewsTTU.id-- Tim Penasihat Hukum (PH) tersangka dugaan penelantaran anak, Mokrianus Imanuel Lay, melayangkan surat terbuka kepada penyidik dan jaksa peneliti. Mereka menilai penanganan perkara ini telah keluar dari koridor hukum karena adanya tekanan dari pihak pelapor dan kelompok tertentu yang diduga memaksa aparat penegak hukum agar segera menetapkan berkas perkara sebagai P-21 tanpa melengkapi petunjuk dari jaksa.


Surat terbuka yang ditandatangani oleh Rian Van Frits Kapitan, S.H., M.H, dan Andri Un Abon, S.H, bersama tim penasihat hukum lainnya itu, disampaikan di Kupang pada Kamis (6/11/2025).

Dalam surat tersebut, tim hukum menyoroti pemberitaan sejumlah media yang mengungkap bahwa Jaksa Peneliti Kejati NTT telah dua kali mengembalikan berkas perkara Mokrianus Lay kepada Penyidik Polda NTT, karena belum dipenuhi dua petunjuk penting.

“Dari pemberitaan yang beredar, jelas bahwa ada dua petunjuk yang harus dilengkapi, yaitu pemeriksaan psikologi terhadap anak-anak Pak Mokrianus dan pelapor di Bali, serta penyerahan bukti rekening koran milik pelapor. Namun informasi yang kami terima, justru ada tekanan agar kedua petunjuk itu dihilangkan agar kasus segera dinyatakan lengkap,” ujar Rian Van Frits Kapitan dalam pernyataannya.

Menurut Rian, tindakan semacam itu sangat berbahaya bagi integritas penegakan hukum. Ia menegaskan, jika berkas perkara dikirim kembali tanpa melengkapi dua petunjuk tersebut, pihaknya akan melaporkan penyidik ke Mabes Polri.
Sebaliknya, jika berkas dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa tanpa pemenuhan petunjuk, maka laporan juga akan dilayangkan ke Kejaksaan Agung.

“Ini bukan soal siapa yang benar atau salah, tetapi soal marwah hukum itu sendiri. Jangan sampai hukum bisa diatur oleh tekanan publik atau kelompok tertentu,” tegasnya.

Sementara itu, Andri Un Abon, S.H menilai bahwa penanganan kasus ini telah keluar dari prinsip hukum acara pidana yang murni. Ia menyebut, penyidik dan jaksa seharusnya bekerja berdasarkan hukum acara pidana Indonesia, bukan karena tekanan atau paksaan.

“Proses hukum yang benar harus mengejar kebenaran materiel, bukan kebenaran semu hasil tekanan. Kalau aparat bisa ditekan untuk menyesuaikan hukum dengan selera kelompok tertentu, maka kita kehilangan arah sebagai negara hukum,” ungkap Andri.

Lebih lanjut, tim hukum juga menegaskan bahwa putusan perceraian Pengadilan Negeri Kupang dan Pengadilan Tinggi Kupang telah menetapkan hak asuh dua anak berada di tangan Mokrianus Lay. Dengan demikian, tuduhan penelantaran anak dianggap tidak lagi relevan.

“Putusan pengadilan memberikan hak asuh penuh kepada Mokrianus Lay karena pertimbangan moral dan kepentingan terbaik bagi anak. Jadi, memaksakan penahanan terhadap beliau justru akan menabrak prinsip perlindungan anak,” ujar Rian.

Tim hukum pun menyerukan agar Polda NTT dan Kejati NTT menjaga independensi dan marwah lembaga penegak hukum di tengah tekanan publik. Mereka mengingatkan bahwa hukum acara bukan alat untuk mengkriminalisasi seseorang, tetapi sarana mencari kebenaran secara adil.

“Hukum acara bukan ajang tekanan. Hukum harus tegak di atas prosedur dan asas keadilan, bukan di bawah tekanan kelompok tertentu,” tutup Andri Un Abon.

Melalui surat terbuka ini, tim penasihat hukum berharap proses hukum terhadap Mokrianus Imanuel Lay dapat berjalan objektif, transparan, dan bebas dari intervensi. Mereka juga menegaskan komitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas demi menjaga marwah penegakan hukum di Nusa Tenggara Timur.

Editor : Sefnat Besie

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network