Lain lagi dengan Aranci Saekoko. Ia diminta datang ke rumah Sekretaris Desa, di mana ia melihat dua karung kosong 10 Kg yang sudah terisi jagung.
Ia diminta berfoto di depan karung tersebut sambil memegang KTP, dengan janji akan menjadi penerima bantuan beras susulan. Aranci bahkan mengenal salah satu pendamping bantuan dari Dinas Sosial TTS bernama Riko Bees.
Alasan 'Administrasi' dan Beras yang 'Hilang'
Mikson Babu, warga Desa Salbait lainnya, menyoroti kurangnya transparansi data penerima bantuan di desa tersebut. Ia menyebut, 10 KK ini adalah penerima pemula yang belum pernah mendapat bantuan beras sebelumnya.
Saat dikonfirmasi, Riko Bees, yang merupakan pendamping bantuan pangan Kecamatan Mollo Utara (namun membantu di Mollo Barat), membenarkan adanya dokumentasi (foto) tersebut.
Ia beralasan, hal itu dilakukan karena keterbatasan waktu penyaluran hanya lima hari dan mustahil mengantarkan beras ke masing-masing penerima.
"Kami sepakat untuk foto, itu berdasarkan kesepakatan bersama Sekretaris Desa, Kaur dan Kepala Dusun, dengan tujuan untuk kelengkapan administrasi," jelas Riko.
Ia mengaku saat itu ada 22 karung beras tersisa untuk 12 KK penerima pengganti. Riko mengaku berani foto tanpa beras karena yakin beras ada di kantor desa.
Namun, pengakuan mengejutkan datang dari Riko. Ia mengakui prosedur tersebut salah dan beras yang sedianya untuk 12 KK tersebut justru "hilang" di Kantor Desa.
"Waktu itu beras masih tersisa 22 karung. Sehingga kami berani foto tanpa beras dan setelah foto habis baru nantinya mereka ke kantor untuk mengambil beras tetapi saat saya kembali ke kantor desa beras tersebut tidak ada lagi," ucapnya.
Masyarakat Desa Salbait kini menuntut keadilan dan berharap tidak lagi dibohongi. Mereka hanya menginginkan hak mereka, yaitu beras yang dijanjikan, yang hingga kini tak kunjung diterima.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait
