KUPANG,iNewsTTU.id-- Gelombang penolakan dari masyarakat adat Pulau Kera, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, kian menguat. Mereka secara terbuka menentang rencana relokasi paksa dan pembangunan 20 unit vila oleh PT Pitoby Grup, yang dianggap menyerobot tanah adat tanpa persetujuan warga.
Pulau kecil yang dihuni oleh keturunan Suku Bajo, Timor, dan Rote ini telah menjadi bagian sah dari Desa Sulamu dan terbukti warga ini mulai mengikuti Pemilu sejak 1999, dengan satu Tempat Pemungutan Suara (TPS) disiapkan khusus setiap pemilihan. Namun, keabsahan status itu kini dipertaruhkan oleh tekanan investasi yang dianggap tidak berpihak pada hak masyarakat lokal.
“Kami tidak akan ke mana-mana. Ini tanah leluhur kami. Kami siap mati untuk mempertahankannya,” tegas Harman Sabah, tokoh masyarakat adat Pulau Kera dalam pernyataan sikap resmi, Senin (05/05/2025).
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan, masyarakat adat Pulau Kera menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah dan investor. Mereka menolak keras segala bentuk relokasi paksa dan intimidasi terhadap warga. Pembangunan 20 vila oleh PT Pitoby Grup juga ditolak karena dinilai dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat.
Warga meminta negara mengakui dan menghormati hak atas tanah adat mereka, bukan justru mendiskriminasi demi kepentingan pembangunan. Mereka menekankan pentingnya pelibatan aktif masyarakat dalam setiap rencana pembangunan, baik di darat maupun laut, melalui musyawarah yang partisipatif dan adil.
Masyarakat juga mendesak pemerintah segera menjalankan program PRONA untuk sertifikasi tanah adat, karena mereka mengklaim memiliki bukti otentik atas hak tersebut. Selain itu, mereka menuntut penghentian proyek vila dan mendesak Bupati Kupang untuk mengevaluasi proses perizinan yang dianggap sewenang-wenang.
Yang tak kalah penting, warga meminta aparat penegak hukum menyelidiki pembongkaran makam leluhur serta dugaan adanya penerbitan surat izin palsu oleh pihak tertentu.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait