SUMBA,iNewsTTU.id-Upaya pencegahan secara masif angka kekerasan terhadap anak yang cenderung makin tinggi. Kasus kekerasan terhadap anak terus menimpa anak-anak dan situasi ini sangat memprihatinkan. Hal ini harus menjadi gerakan bersama, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi juga seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam mengatasinya.
Diperlukan terobosan yang inovatif dan langkah nyata yang dilakukan dalam semangat kolaborasi agar perlindungan terhadap anak dapat tercapai secara efektif.
Melalui kerja sama yang kuat, dapat menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif guna mendukung i anak-anak kita, sehingga mereka dapat tumbuh dengan sehat, cerdas, kuat, kreatif, mandiri dan bebas dari kekerasan.
Demikian yang disampaikan oleh Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Nusa Tenggara Timur, diwakili oleh France Abednego Tiran, selaku Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak (PKA), saat berkunjung ke DP3AP2KB Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), bertempat di Pusat Pemerintahan Kadul Jalan Ir. Soekarno Nomor 1 Waitabula Kabupaten SBD, Rabu, (6/11/2024).
Kepada media ini, Jumat ( 8/11/2024) France Tiran, mengatakan dalam kunjungan tersebut, membahas tentang upaya pemerintah dalam meningkatkan perlindungan anak, termasuk program-program strategis yang bertujuan menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif serta mendukung bagi tumbuh kembang anak, salah satunya melalui Program Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak, dan juga diskusi terkait tercapainya Sumba Barat Daya menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
“Program Menuju Indonesia Bebas Pekerja Anak merupakan bagian dari upaya bersama untuk menangani isu pekerja anak yang masih menjadi tantangan serius di Indonesia, khususnya di Provinsi NTT. Program ini bertujuan melindungi masa depan anak-anak Indonesia dengan memastikan mereka mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dengan baik ” ungkap France.
Ciri-ciri pekerja anak, yaitu bekerja setiap hari, tereksploitasi, tergantung pada waktu sekolah atau tidak bersekolah lagi, dan bekerja dalam waktu lama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hak-hak anak seperti hak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak untuk memperoleh perlindungan, hak untuk berpartisipasi, dan hak untuk pendidikan mengalami degradasi, berbagai bentuk pekerjaan yang diizinkan untuk anak-anak, seperti pekerjaan ringan untuk usia 13-15 tahun dan pekerjaan dalam rangka kurikulum pendidikan.
Sebaliknya, bentuk pekerjaan yang dilarang dan berbahaya bagi anak-anak, seperti Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA), yang mencakup perbudakan, pelacuran, produksi pornografi, perjudian, dan pekerjaan berbahaya lainnya.
DP3AP2KB Provinsi NTT telah melakukan koordinasi dengan Dinas Pengampuh Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di Kabupaten/Kota se-NTT, untuk menginventarisir program terkait menurunkan angka pekerja Anak di daerahnya masing-masing, dengan melakukan sosialisai kepada setiap dinas tersebut secara daring, dengan harapan setiap Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT segera melaksanakan sosialisasi mengenai pekerja anak dan bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.
Baik secara luring maupun daring, agar masyarakat makin sadar akan dampak dari anak yang tereksploitasi. Setelah melakukan sosialisasi diharapkan dinas pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pelaporan kepada Pemerintah Provinsi melalui DP3AP2KB NTT, pada tanggal 29 November 2024 tambah France Tiran yang didampingi oleh Yanti L. B. Sallata, S. Sos selaku Analis Kebijakan Ahli Muda DP3AP2KB Provinsi NTT.
Kegiatan ini dihadiri oleh drh. Octavina T. S. Samani selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Sumba Barat Daya, yang didampingi oleh Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak, Imelda Inya Kaka, dan Penata Perlindungan Saksi dan Korban pada DP3AP2KB Kabupaten SBD, masing-masing : Clara Deny Christiana dan Agustina L. Bili, saat menyambut dengan baik kunjungan kerja tima dari DP3AP2KB Provinsi NTT.
Yanti Sallata juga mengatakan bahwa Kabupaten SBD perlu didorong untuk ikut terus dalam Evaluasi Mandiri Kabupaten/ Kota Layak Anak adalah salah sati tahapan dalam penyelenggaraan KLA yang diatur oleh Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 25 Tahun 2021 dan Peraturaran Mentri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nomor 12 Tahun 2022.
Kabupaten Sumba Barat Daya sendiri juga telah memiliki Peraturan Bupati Sumba Barat Daya Nomor 29 Tahun 2024 tentang Pembentukan, Kedudukan, Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) DP3AP2KB Kabupaten Sumba Barat Daya. Dengan adanya UPTD PPA ini, maka Provinsi NTT telah memiliki 11 UPTD PPA DP3PAP2KB dari 21 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT.
Suatu daerah dikatakan layak anak apabila sudah memeneuhi indikator pemenuhan hak-hak anak, antara lain: Hak sipil dan kebebasan: Presentase anak yang diregistrasi dan mendapatkan kutipan akta kelahiran, tersedia fasilitas informasi layak anak, dan terlembaganya partisipasi anak; Hak lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif: Persentase perkawinan anak, tersedia lembaga konsultasi penyedia layanan pengasuhan anak bagi orang tua/keluarga, persentase lembaga pengasuhan alternatif terstandarisasi, dan tersedia infrastruktur (sarana dan prasana) di ruang publik yang ramah anak; Hak kesehatan dasar dan kesejahteraan : Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan, prevalensi status gizi balita, persentase cakupan pemberian makan pada bayi dan anak (PMBA) usia di bawah 2 tahun.
Persentase fasilitas pelayanan kesehatan dengan pelayanan ramah anak, persentase rumah tangga dengan akses air minum dan sanitasi yang layak, dan ketersediaan kawasan tanpa rokok; Hak pendidikan dan kegiatan seni budaya : Persentase Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Integratif (PAUD-HI), persentase Wajib Belajar 12 Tahun, persentase Sekolah Ramah Anak (SRA), tersedia fasilitas untuk kegiatan budaya, kreativitas, dan rekreatif yang ramah anak; Hak Perlindungan khusus :Anak korban kekerasan dan penelantaran yang terlayani, persentase anak yang dibebaskan dari Pekerja Anak (PA) dan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (BPTA).
Anak korban pornografi, NAPZA dan terinfeksi HIV/AIDS yang terlayani, anak korban bencana dan konflik yang terlayani, anak penyandang disabilitas, kelompok minoritas dan terisolasi yang terlayani, kasus anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) (khusus pelaku) yang terselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif dan diversi, anak korban jaringan terorisme yang terlayani, dan anak korban stigmatisasi akibat pelabelan terkait kondisi orang tuanya yang terlayani.
“Ini adalah langkah luar biasa yang menunjukkan komitmen nyata dari pemerintah daerah untuk menjamin pemenuhan hak-hak anak dan menciptakan lingkungan yang aman, sehat, serta mendukung tumbuh kembang mereka. Dengan adanya program ini, kami berharap setiap anak di Kabupaten/Kota Layak Anak dapat merasakan perlindungan yang lebih baik, kesempatan yang setara dalam pendidikan, serta perlakuan yang adil tanpa kekerasan atau diskriminasi," tutup Kadis P3AP2KB Kabupaten Sumba Barat Daya, drh. Octavina Samani
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait