KUPANG, iNewsTTU.id--Di balik tumpukan lembaran uang kertas yang sudah lusuh dan tak layak edar, ada masa depan energi yang lebih hijau. Bank Indonesia (BI) Perwakilan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan PLN Unit Induk Wilayah NTT kini memanfaatkan uang kertas yang telah dihancurkan sebagai bahan cofiring untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok.
Pada Kamis, 29 Agustus 2024, kedua lembaga ini meluncurkan proyek inovatif yang mengubah limbah tak bernilai menjadi energi yang bermanfaat.
Di lokasi PLTU Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT, Agus Sistyo Widjajati, Kepala BI NTT, dan Ajrun Karim, General Manager PLN UIW NTT, dengan sekop di tangan, mencampurkan potongan-potongan uang kertas dengan batu bara, menjadi bahan bakar untuk pembangkit listrik.
Bukan sekadar seremoni, ini adalah langkah pertama dalam pilot project yang memanfaatkan limbah uang kertas untuk cofiring PLTU, sekaligus menandai upaya nyata mendukung target net zero emission pemerintah pada 2060.
Dari Uang Lusuh Jadi Energi
Puluhan ribu lembar uang dari berbagai pecahan, mulai dari seribu hingga seratus ribu rupiah, yang ditarik dari peredaran karena kondisinya sudah tidak layak pakai, biasanya berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Secara Simbolis Kepala BI NTT, Agus Sistyo Widjajati dan GM PLN U-I-W NTT, Arjun Karim, Campurkan Limbah BI dengan Batu Bara. Foto: iNewsTTU.id/Fabianus Benge
Namun, berkat inisiatif baru ini, lebih dari satu ton uang kertas dapat diolah menjadi energi.
"Biasanya limbah uang ini langsung kami buang, tetapi kali ini bisa kami manfaatkan kembali,” ujar Agus Sistyo Widjajati, Kepala BI NTT.
Inovasi ini tidak hanya membantu mengurangi limbah, tetapi juga merupakan langkah konkret untuk mengurangi emisi karbon.
Agus menambahkan bahwa sinergi BI dan PLN adalah bentuk komitmen mereka terhadap energi hijau.
"Melalui proyek ini, kita tidak hanya memanfaatkan limbah, tetapi juga turut menekan emisi karbon," tegasnya.
Kontribusi terhadap Energi Terbarukan
PLN Unit Induk Wilayah NTT sendiri menargetkan peningkatan penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025.
"Cofiring ini menjadi salah satu langkah kami untuk mencapai target tersebut dan mendukung net zero emission pada 2060," jelas Ajrun Karim.
Hingga Juli 2024, PLN NTT telah mencampurkan 2.872,07 ton biomassa ke dalam PLTU, setara dengan 1,43% dari total bahan bakar, yang berhasil mengurangi emisi CO2 sebesar 3.331 ton.
Di Pulau Timor, potensi biomassa sangat besar. Hutan energi yang tersebar di sana mencakup 11.166 hektare, dengan potensi pengembangan hingga 126.620 hektare yang ditanami tanaman seperti lamtoro, gamal, dan kedondong.
Ajrun optimistis bahwa dengan sumber biomassa yang melimpah ini, cofiring dapat berkembang lebih luas dan berdampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
Dampak Ekonomi untuk Masyarakat
Bagi masyarakat sekitar PLTU Bolok, proyek cofiring ini juga membawa dampak ekonomi yang signifikan.
Salah satu pemasok bahan biomassa, Eduard Bessi merasakan pemanfaatan penggunaan biomassa dalam PLTU ini, bahkan juga memberikan multiplier effect yaitu membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian masyarakat.
Limbah BI, berupa Uang Lusuh, yang dijadikan Cofiring untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok. Foto: iNewsTTU.id/Fabianus Benge
“Melalui program cofiring batu bara dengan biomassa atau woodchip ini saya merasa senang karena meningkatkan ekonomi berbasis kekuatan rakyat," ungkap Eduar
Setiap harinya, pemasok seperti Eduard dapat mengumpulkan hingga 4 ton kayu, yang dihargai 70 ribu rupiah per rit.
Dengan adanya PLTU Bolok yang terus memanfaatkan biomassa, lapangan kerja baru terbuka, dan pendapatan masyarakat meningkat.
"Kami bisa memasok 3-4 rit mobil sehari, ini sungguh membantu perekonomian kami," kata Eduard dengan bangga.
Mengurangi Limbah dengan Manfaat Berkelanjutan
Sisa pembakaran dari cofiring, berupa Fly Ash Bottom Ash (FABA), tidak lagi dibuang sia-sia. Di PLTU Bolok, limbah FABA ini dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan batu bata dan material urukan tanah, menciptakan siklus pemanfaatan limbah yang benar-benar berkelanjutan.
"Ini menjadi solusi untuk mengurangi limbah, sekaligus memanfaatkan material sisa sebagai bahan konstruksi," ungkap Ajrun Karim.
Proyek ini bukan hanya inovasi energi, tetapi juga contoh nyata bagaimana keberlanjutan bisa tercapai dengan memanfaatkan sumber daya yang sering diabaikan.
Dengan langkah-langkah kecil seperti ini, BI dan PLN di NTT membuktikan bahwa limbah bisa menjadi sumber energi yang tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga bermanfaat bagi masyarakat.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait