ROTE NDAO,iNewsTTU.id- Kepala Kanwil Kemenkumham NTT, Marciana Dominika Djone bertemu dan berdialog dengan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmas Cinta Laut) di kawasan Pantai Litianak, Kabupaten Rote Ndao, Senin (22/4/2024). Perjalanan menuju Pantai Litianak ditempuh dengan speadboat dari Dermaga Perikanan Baa sembari melaksanakan Patroli Gabungan Perairan bersama Tim Pengawasan Orang Asing (Tim Pora) Provinsi NTT.
Kepada iNews.id , Selasa (23/4/2024) Marciana mengatakan, pertemuan dilakukan untuk mendengar langsung peran Pokmas di dalam mencegah tindak pidana penyelundupan manusia, perdagangan orang (TPPO/trafficking), dan perlintasan ilegal. Di Kabupaten Rote Ndao sering terjadi penyelundupan manusia dan TPPO, terutama melalui wilayah perairan laut dari Rote menuju Australia.
“Kami ingin mengedukasi masyarakat di Rote Ndao untuk mendapatkan pengetahuan dan memahami hukum dengan baik dan benar, khususnya Pokmas agar bisa berperan serta dalam upaya pencegahan tindak pidana penyelundupan manusia, TPPO, dan perlintasan ilegal,” ujarnya didampingi Kepala Divisi Keimigrasian, I. Ismoyo serta Kepala Pusat Strategi Kebijakan Tata Kelola Hukum dan HAM Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM, Syarifuddin yang turut mengikuti kegiatan ini.
Menurut Marciana, tindak pidana penyelundupan manusia sering terjadi di Rote Ndao dengan tujuan utama negara Australia. Disisi lain, TPPO juga cukup tinggi terjadi di NTT yang korbannya ada pula berasal dari Rote Ndao. Pelaku penyelundupan manusia dan TPPO bisa dilakukan oleh masyarakat Rote Ndao maupun di luar Rote Ndao. Anggota Pokmas diminta tidak menjadi perantara membantu masyarakat untuk melakukan penyeberangan secara ilegal ke Australia atau ke mana saja. Termasuk menjadi calo merekrut sesama saudara di Rote Ndao untuk menjadi tenaga kerja non prosedural ke luar negeri maupun ke daerah lain di Indonesia karena perbuatan tersebut merupakan tindak pidana.
Selain itu, masyarakat juga diwanti-wanti agar tidak mudah terjerat bujuk rayu dan tipu muslihat oknum-oknum yang menjanjikan pekerjaan di luar negeri secara non prosedural atau ilegal. Rekrutmen tenaga kerja, baik antar kerja antar negara (akan) maupun antar kerja antar daerah (akad) dilakukan melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang telah memiliki izin resmi.
Marciana juga menyampaikan kepada masyarakat yang akan bekerja ke luar negeri harus memiliki dokumen resmi, antara lain paspor, visa, dan kartu identitas diri (KTP). “Semua dokumen itu hanya bisa diurus oleh yang bersangkutan dan tidak bisa diwakilkan oleh orang lain untuk mengurusnya. Kalau ada orang atau perekrut yang menjanjikan bisa mengurus, itu adalah hal yang tidak benar karena itu modus penipuan,” tegasnya.
Marciana berharap anggota Pokmas ataupun masyarakat setempat dapat memberikan informasi apabila menemukan ada indikasi terjadinya tindak pidana penyelundupan manusia dan TPPO, serta melaporkan keberadaan Orang Asing yang melakukan aktivitas-aktivitas mencurigakan kepada Tim Pora Kabupaten Rote Ndao atau pihak Imigrasi Kupang.
Secara khusus, Marciana meminta jajaran Imigrasi membuka kanal informasi kepada masyarakat di Rote Ndao agar lebih mudah mengakses informasi layanan Keimigrasian maupun hal-hal lainnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi masyarakat. Mengingat, di Rote Ndao belum terdapat Kantor Imigrasi. Jajaran Imigrasi juga diminta tetap menjalin kerja sama yang baik dan intens intens dengan stakeholder yang tergabung dalam Tim Pora di wilayah masing-masing, seperti jajaran kepolisian, Lantamal, BINDA, Bea Cukai, dan Bakamla.
Berdasarkan data terakhir, telah terjadi upaya penyelundupan 13 WN Irak, 6 WN India, dan perlintasan ilegal 36 nelayan Indonesia yang memasuki wilayah perairan Australia dengan tujuan mencari hasil laut secara ilegal. Para nelayan tersebut pada akhirnya dikembalikan paksa (deportasi) oleh Pemerintah Australia melalui Australian Force Patrol (AFP).
“Dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan mencegah terjadinya pelanggaran hukum misalnya penyelundupan manusia dan TPPO, Kanwil Kemenkumham NTT akan berkoordinasi dengan Pemda Kabupaten Rote Ndao untuk membentuk Desa Sadar Hukum dan Desa Binaan Imigrasi di Desa Holulai dimana Pokmas Cinta Laut ini berada,” imbuhnya.
Marciana juga menyampaikan, tahun ini akan merevitalisasi Pos Imigrasi di Kabupaten Rote Ndao. Pada pertemuan dengan Pokmas, Marciana menyampaikan pula tugas-tugas Kanwil Kemenkumham NTT lainnya menyangkut pemberian bantuan hukum gratis bagi masyarakat miskin melalui Organisasi Bantuan Hukum Terakreditasi, serta pelindungan Kekayaan Intelektual seperti Tenun Ikat khas Rote Ndao untuk bisa mendapatkan sertifikat Indikasi Geografis. Marciana juga menyempatkan diri untuk bertemu dan berdialog dengan kelompok penenun tenun ikat di Desa Holulai dan mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh kelompok penenun di desa tersebut.
Marciana juga berdialog dengan masyarakat yang memiliki industri rumah tangga yang pemasarannya hingga ke luar provinsi, namun belum memiliki merek dagang. Pihaknya siap memfasilitasi pendaftaran merek dagang tersebut di Kemenkumham.
Pihaknya juga mendorong pemerintah desa membuat kebijakan ataupun peraturan desa untuk mencegah tindak kriminal dan membangun kesadaran hukum masyarakat sehingga situasi desa lebih nyaman dan aman.
Diwawancara terpisah, Ketua Pokmas Cinta Laut, Esau Loe menyatakan siap menjalin kerja sama dengan Kanwil Kemenkumham NTT khususnya melalui jajaran Imigrasi. Kerja sama ini diyakini dapat memperkuat tupoksi Pokmas yang selama ini terbatas hanya melihat, mendengar dan melaporkan. Utamanya dalam mengawasi pengambilan pasir laut, pengeboman/racun ikan, pencurian anakan bakau, hingga imigran gelap.
Kakanwil Kumham NTT Marciana D. Djone bersama masyarakat Cinta Laut Rote Ndao berfoto usai kegiatan. Foto : Ist.
“Melalui kerja sama dengan Kumham, kami berharap tidak ada lagi orang-orang keluar dari Rote ke Australia secara ilegal. Kami siap menjalin koordinasi dan komunikasi karena kami juga menginginkan di desa ini dan masyarakat Rote Ndao bebas dari penyelundupan manusia, perdagangan orang dan perlintasan ilegal,” ujarnya.
Menurut Esau, Pokmas Cinta Laut dibentuk berdasarkan SK Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT sejak tahun 2020. Pokmas beranggotakan para petani rumput laut dan nelayan dengan komitmen sama untuk menjaga laut. Tupoksi yang terbatas membuat keberadaan Pokmas kerap hanya dianggap sebagai masyarakat biasa, karena memang tidak memiliki kewenangan untuk langsung melakukan penindakan.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait