Pada zaman Temukung Ama Dimu Jawa (Kerogo Nanawa) tahun 1925, perbukitan Lede Pumulu merupakan lahan kering. Oleh karena itu dicanangkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menanam pohon sebagai hutan buatan yang sangat bermanfaat bagi setiap makhluk hidup yang ada.
Maka oleh Klan Nadai bersamamelalui Kecabangan (Kerogo) Mone Appa dan Nanawa bersama Majelis Adat (Moneama Liae) memberikan tanah tersebut kepada Pemerintah dalam hal ini Temukung Ama Dimu Jhawa sebagai kawasan hutan lindung yang dijaga oleh setiap masyarakat Liae dan Seba hingga kini, namun tetap secara turun temurun kawasan tersebut masih dikuasai oleh Kerogo Mone Appa dan Nanawa.
Perihal tinggal secara turun temurun, pelaku merupakan anggota Klan Gopo dan bukan anggota Klan Nadai (Kerogo Mone Appa & Nanawa) dengan demikian JLR telah menipu pemerintah dalam hal menebang pohon di HUTAN LINDUNG untuk mbangun rumah adat dan bukan untuk kepentingan komersial, telah disepakati oleh Majelis Adat dan Dewan Klan maupun masyarakat adat Liae untuk :
1. Memanfaatkan hutan adat yang ada di desa Dheme untuk keperluan pembangunan rumah adat.
2. Bulan Mei dan Juni merupakan waktu untuk pembangunan rumah adat.
3. Ajhu are, ko la, due merupakan kayu yang digunakan sebagai tiang, dan papan dek rumah adat.
Bila pelaku tidak diproses, dimana harga diri pemerintaj ? Bukankah pemerintah hadir untuk membina pelanggar hukum agar bisa sadar ? DImana harga diri Pemerintah ? atau kita mau di bodoho yang kemudian tidan mau lagi menjaga hutan ? Dan mungkin dalam hati pelaku, sementara bangga karena hasil menipu pemerintah Kabupaten Sabu Raijua.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait