KEFAMENANU, iNewsTTU.id--Isak tangis perempuan kecil yang tak berdaya masih bergema di dalam ruang kamar bersekat pelepah gewang. Ada yang hanya bisa menangis, menyimpan trauma yang baru dialaminya. Beberapa perempuan lainnya mungkin mengalami tekanan dan ancaman dari pria yang kuat dan kekar.
Realitas kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan di Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur, menciptakan suasana ketakutan yang sulit diungkapkan oleh para korban. Banyak kasus tidak terungkap karena rasa takut.
Pada tahun 2022, angka kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di wilayah tersebut cukup tinggi, dengan sebagian besar kasus tidak terungkap. Namun, seiring berjalannya waktu, angka tersebut mulai menurun pada tahun 2023.
"Untuk Laporan Polisi kasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual sesuai LP yang diterima Unit PPA dari Bulan Januari s/d Desember 2023 berjumlah 2 Kasus,"papar AKP. Djoni Boro, Kasat Reskrim Polres Timor Tengah Utara.
Ia mengungkapkan, jika dibanding dengan tahun sebelumnya, maka pada tahun 2023 kemarin jumlah kasus yang dilaporkan cenderung menurun atau berkurang.
Hal itu tentunya tidak terlepas dari peran Maria Filiana Tahu, sosok perempuan yang terus mengedukasi para perempuan, bimbingan, konseling dan penguatan agar mau melaporkan peristiwa kekerasan yang dialami olehnya.
Maria Filiana, Perempuan kelahiran Kefamenanu, 14 Desember 1972 ini merupakan sosok perempuan di Timor Tengah Utara yang tak asing lagi bagi kaum perempuan yang mengalami kondisi psikis yang terbeban.
Berbekal latar belakangan persoalan yang mendera kaum perempuan, pada tahun 2001 silam ia tergerak kemudian mendirikan satu Yayasan yang dinamakan Yayasan Amnaut Bife Kuan, (Yabiku) yang artinya dalam bahasa Indonesia Yayasa Peduli Perempuan Lemah.
Yayasan inilah menjadi wadah untuk mendegarkan keluh kesah kaum perempuan yang tertindas. bukan saja, itu, Maria Filiana juga mendampingi dan mengedukasi banyak korban kekerasan agar mau melaporkan hal yang dialami ke penegak hukum.
Sejak berdirinya, YABIKU NTT bekerja bersama masyarakat akar rumput. Namun sistem tatanan masyarakat Nusa Tenggara Timur dengan berbagai budaya dan pola kehidupan yang berbeda, menjadi salah satu faktor penyebab ketidak adilan dalam kehidupan bermasyarakat.
Direktur Yabiku NTT, Maria Filiana Tahu
"Ketidak adilan itu didasarkan pada jenis kelamin, dimana kaum perempuan selalu dianggap lemah atau dianggap tidak bisa berbuat apa-apa. Kondisi inilah yang membuat kaum perempuan selalu di nomer dua-kan,"kisah Fili, sapaan akrabnya.
Sehubungan dengan aspek gender, maka dapat dikatakan bahwa perlakuan sesama manusia antara perempuan dengan perempuan, antara perempuan dan laki-laki, dan antara laki-laki dengan perempuan masih banyak terjadi ketidakadilan.
Bagi Fili, Kaum perempuan sampai saat ini masih mengalami diskriminasi dalam banyak hal. Berbagai hal itu diantaranya kesempatan memperoleh pendidikan, posisi penting dalam kehidupan bermasyarakat dan di tempat kerja, akses teknologi dan sebagainya.
Kegigihan Maria Filiana untuk memperjuangkan dan melindungi harkat dan martabat perempuan menjadikannya sosok yang semakin dikagumi dan patut diteladani.
Sebagi bentuk apresiasi, belum lama ini, Maria Filiana menerima penghargaan dari National Award Foundation bekerjasama dengan Mediatama Award Management menganugerahkan pengakuan dan penghargaan istimewa yang ekslusif kepada Maria Filiana tahu selaku Direktur Yabiku yakni "SUCCESSFUL WOMEN AWARDS 2023"
Melalui upayanya, Fili berharap agar perempuan dapat memberikan kontribusi yang setara dengan pria dalam pembangunan Nusa Tenggara Timur.
Baginya, Sebagai seorang pemimpin perempuan yang peduli terhadap hak dan martabat sesama perempuan, Maria Filiana Tahu terus berjuang untuk menciptakan lingkungan di mana perempuan merasa aman, dihargai, dan memiliki peran yang setara dengan kaum pria.***
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait