Pangi berpendapat reputasi Bawaslu sebagai pengawas Pemilu 2024 bakal merosot jika hanya berlindung pada sanksi teguran ketika memproses kasus pelanggaran berat. Ia mendesak Bawaslu bersikap tegas dan tak pandang bulu.
"Seharusnya mereka menunjukan kalau Bawaslu ini bukan miliknya kekuasaan. Sehingga memang mereka berlaku fair dan tidak diskriminatif. Mereka harusnya bisa memberikan sanksi diskualifikasi pelanggaran berat," ucap Pangi.
Ke depan, ia menyarankan agar proses politik dalam pemilihan anggota Bawaslu dibenahi. Dengan begitu, anggota Bawaslu bisa bersikap netral saat menjalankan fungsi pengawasan, tanpa harus tersandera kepentingan-kepentingan politik dari penguasa.
"Bisa jadi mereka tersandera oleh kepentingan itu sendiri jadi tidak berani memutus revisi undang- undang yang berlaku. Karena itu, Bawaslu harus adil. Memang sistem politik kita tidak kuat jadi sangat bergantung kepada orang. Sebenarnya kalau sistem kuat dan tidak melihat siapa dan jabatannya apa, dia bisa berlaku adil dan tidak diskriminatif," jelas Pangi.
Tak semua kades satu suara mendukung Prabowo-Gibran. Di sejumlah kabupaten dan kota di Jawa Tengah (Jateng), banyak kades yang tak ikut "bermain politik" bersama Desa Bersatu. Belum lama ini, para kades di Wonogiri, Karanganyar, dan Klaten dipanggil Polda Jateng. Polisi berdalih ada penggunaan dana desa yang tidak sesuai spesifikasi.
Pemanggilan para kades itu disinggung calon presiden Ganjar Pranowo dalam acara konsolidasi relawan di JI Expo, Jakarta Pusat, Senin (28/11). Ganjar menduga pemanggilan tersebut bentuk intimidasi dari penguasa terhadap kades-kades yang berusaha menjaga netralitas di Pilpres 2024.
"Saya sudah mendapatkan laporan, kades mulai diperiksa. Maaf, maaf. Saya tidak bisa lagi diam. Bapak, Ibu, tenang. Ada kawan-kawan DPR RI yang akan menggunakan seluruh konstitusinya jika pemilu ini tidak jurdil," ujar mantan Gubernur Jateng tersebut.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait