Patrick Hutajulu selaku External Communications Manager Tanoto Foundation dalam sambutannya mengatakan Tanoto Foundation ingin berkontribusi dan berkolaborasi dengan semua pihak untuk membantu pemerintah menuntaskan masalah stunting, terutama di NTT, dan ia berharap lewat kegiatan ini ada input atau solusi dari media guna menurunkan angka stunting di NTT.
”Lewat Perpres nomor 72 tahun 2021 tentang percepatan penurunan stunting, yang turunannya adalah Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting atau RAN PASTI. Maka Tanoto Foundation ingin ikut terlibat dalam program RAN PASTI, dengan 3 pendekatan yaitu pendekatan keluarga yang beresiko, intervensi gizi, dan kolaborasi pentahelix antara pemerintah dengan swasta, institusi pendidikan, masyarakat, dan media," Ujar Patrick.
Kepala Dinas Kesehatan Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi NTT, Ruth Diana Laiskodat mengatakan persentase anak stunting di NTT hingga Februari 2023 adalah 15,7 persen atau 67.538 anak. Jumlah tersebut menurun bila dibandingkan 2022 yaitu 17,7 persen atau 77.338 anak.
“ Sekarang NTT bukan lagi Provinsi terstunting di Indonesia, kita di posisi 31 dari 37 Provinsi, kita tidak bangga tapi kita juga harus mengapresiasi kerja pemerintah bersama semua pihak yang berjuang mengatasi stunting di NTT.Masalah stunting penting untuk diselesaikan, karena berpotensi mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak,” terang Ruth.
Sedangkan CEO Tribun News Dahlan Dahi mengatakan, peran media harus lebih mengedepankan nilai kemanusiaan dalam pemberitaan masalah stunting, ia mengakui nilai pemberitaan terkait stunting tidaklah begitu menarik, namun sebagai jurnalis, ia mengajak semua wartawan untuk menulis sisi human interest dari kasus stunting yang masih terjadi karena masalah stunting bukan hal sepele.
“ Rekan- rekan wartawan semua tahu pemberitaan terkait stunting tidaklah begitu menarik dan bukanlah isu yang seksi, namun sebagai jurnalis mari kita angkat sisi human interest dari kejadian ini, agar semua pihak mau peduli dengan masalah stunting ini” Ujarnya.
Sekretaris BKKBN Provinsi NTT, Mikhael Yance Galmin, memaparkan definisi keluarga berisiko stunting yakni keluarga sasaran yang memiliki faktor risiko untuk melahirkan anak stunting, dengan keluarga sasaran terdiri dari calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, keluarga dengan anak 0-23 bulan, dan keluarga dengan anak 24-59 bulan, serta penapisan faktor risiko yang mudah diamati dan memenuhi signifikansi dalam mempengaruhi terjadinya stunting, yaitu sanitasi, akses air bersih, dan kondisi 4T (terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat, terlalu banyak).
“ Menyadari hal diatas kami terus turun ke lapangan melakukan aksi pembagian makanan tambahan, sekaligus kami monitor berkala, lalu melakukan zoom secara berkala dengan pemerintah kabupaten atau kota, adapula surat dari Pimpinan Provinsi kepada pimpinan kab/kota, lalu Koordinasi dgengan Stakeholder (Bappelitbangda, Badan Keuangan), dengan capaian Output Kegiatan yakni kerjasama dengan Gereja/KUA untuk calon pengantin, Kerjasama dengan Organisasi profesi untuk AKS, optimalisasi tugas Penyuluh KB dalam mendampingi TPK,” Tutupnya. (*)