Kegiatan yang dinilai menghamburkan uang negara serta berseliwerannya kabar miring, juga tidak sejalan dengan pikiran Bung Hatta.
Soekarno-Hatta merupakan Dwitunggal yang bersama-sama memproklamasikan kemerdekaan, menegakkan RI di masa revolusi, serta sama-sama menduduki jabatan tertinggi negara setelah penyerahan kedaulatan.
Dalam perjalanannya kemudian, bukan hanya tidak sejalan lagi, tapi sudah bersilang pendapat.
Pada 20 Juli 1956, Hatta resmi mengirimkan surat kepada DPR hasil pemilihan umum untuk berhenti sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Ia beralasan setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja dan Konsituante sudah tersusun, waktunya bagi dia mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden.
Alasan resmi yang dipakai Bung Hatta mundur dari jabatan wakil presiden adalah terbentuknya DPR dan Konstituante.
Masyarakat Indonesia sontak heboh, termasuk DPR yang langsung mengirim delegasi dari Panitia Permusyawaratan untuk menanggapi surat itu.
Ketika delegasi yang terdiri dari lima orang perwakilan parpol (PSII, NU, PNI, Masyumi dan PKI) menyampaikan bahwa rakyat masih menginginkan Dwitunggal, Bung Hatta menjawab: Dwitunggal yang tidak mempunyai kekuasaan tidak ada gunanya.
Dulu di Yogya Dwitunggal itu memang perlu, karena mempunyai kekuasaan, tapi sekarang tidak lagi. Hatta juga mengatakan dengan pengunduran dirinya sebagai Wakil Presiden, ia akan lebih banyak bekerja untuk membangun masyarakat dan negara.
Bung Karno akhirnya menanggapi kehebohan politik itu. Tepat pada tanggal 5 Februari 1957, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan No 13/1957 yang isinya, terhitung mulai 1 Desember 1956 resmi memberhentikan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait