"Saat di dalam mobil aku dianiaya. Mobil berenti di SPBU, lalu aku ditendang, dipukul menggunakan tangan kosong dan tangan aku diborgol. Itu gara-gara aku minta izin untuk mengurus nenek yang sakit di rumah aku,” kata EF.
Dilanjutkan EF, saat itu kondisi sedang pandemi, dan tidak berani membawa neneknya ke RS karena takut akan divonis Covid-19.
“Nenek aku sakit yang cuma bisa memasang dan mengontrol infus cuma aku. Awalnya aku diizinkan, tetepi setelah dua hari saya dijemput dan pamit dengan ayah, ibu dan termasuk nenek yang sedang sakit ingin pulang ke rumah kontrakan di Pangkalan Balai. Sampai di kontrakan, aku tidak mau turun karena tangan masih diborgol lalu setelah masuk ke kamar baru borgol tangan dilepas,” kata perempuan lulusan akademi kebidanan.
Kemudian besok paginya, handphone suaminya ditinggal dan Ia dikunci dari luar. Dengan menggunakan handphone suaminya yang tertinggal EF lalu memfoto dan mengirim luka lebam ke bibinya, dan selanjutnya diberitahukan kepada orangtuanya. Kasus ini kemudian dilaporkan ke Polres Banyuasin dan diarahkan ke Polda Sumsel.
Namun laporan tersebut kemudian dicabut. Akan tetapi KDRT kembali terulang sekitar lima hingga enam bulan setelah anaknya lahir bahkan malah semakin parah.
"Aku dianiaya, saat berada Rusun Polres Banyuasin, leher dicekik dan ditendang. Kejadian itu juga sempat disaksikan oleh salah seorang polwan yang tinggal di depan di rumah kami. Polwan itu tahu karena anak aku menangis terus dan membuat tetangga curiga," kata EF.
Editor : Sefnat Besie
Artikel Terkait